Bhayangkara adalah Polisi, Polisi adalah Hoegeng, Hoegeng adalah Integritas
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Minggu, 06 Juli 2025 10:22 WIB

“Ini tugas negara, Mer. Berangkatlah,” katanya pelan.
Maka Desember 1970, setelah menempuh ribuan kilometer dan menembus dingin musim Eropa, Bu Meri berdiri sendiri di hadapan sebuah pusara sunyi di Amsterdam. Di nisan tua itu terukir nama yang lama hidup dalam bayangan:
“Rustplaats van Paul Cortenbach – RIP”
Tak sempat menggenggam tangannya. Tapi setidaknya, akhirnya ia bisa berdiri di sisinya. Dalam diam. Dalam doa. Dalam damai.
Baca Juga: Kapolda Lampung Menerima Hoegeng Awards 2022 Kategori Polisi Berintegritas
Kisah ini bukan sekadar tentang pertemuan yang tertunda, tapi tentang integritas yang dibayar mahal oleh cinta. Tentang seorang Bhayangkara yang tak hanya setia pada konstitusi, tapi juga pada nurani. Dan tentang seorang perempuan yang rela menahan rindu dan kehilangan, demi menjaga kehormatan suaminya dan harga diri pengabdiannya.
Hoegeng bukan malaikat. Ia manusia biasa, yang kadang juga bisa lelah, yang ragu, yang menyesal. Tapi justru karena itulah ia layak dikenang. Sebab di tengah godaan kekuasaan dan jebakan citra, ia tetap memilih jalan yang sunyi yang jarang diambil orang, yaitu kejujuran.
Pertanyaannya sekarang adalah di zaman ini, masihkah ada Bhayangkara yang bersedia memilih sunyi demi integritas? Masih adakah yang bersedia berkata “tidak” demi kebenaran, meski harus membayar dengan luka yang tak terlihat?
Baca Juga: Arief Gunawan: Jenderal Hoegeng Polisi Teladan, Kenapa Belum Diangkat Jadi Pahlawan Nasional
Semoga cerita ini tidak hanya dikenang, tapi dijadikan cermin. Agar Polri tak kehilangan ruhnya. Agar jabatan tak membutakan nurani.
Agar setiap Bhayangkara tahu bahwa menjadi seperti Hoegeng memang berat, tapi bukan mustahil.
(Cerita ini disadur dan dibahasakan ulang dari Buku "Dunia Hoegeng,100 Tahun Keteladanan" oleh
Dr. Harris Turino - Dosen PTIK dan Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan)***