Analisis Denny JA: Indonesia Jadi Tempat Paling Aman Jika Pecah Perang Dunia Ketiga
- Penulis : Krista Riyanto
- Selasa, 24 Juni 2025 06:38 WIB

ORBITINDONESIA.COM - Bayangkan pagi itu di Ubud, Bali. Matahari belum tinggi, kabut masih melayang lembut di atas hamparan sawah.
Seorang perempuan bernama Julia Morgan, warga New York, duduk di beranda vila kecilnya, menyeruput kopi sambil menatap cakrawala hijau.
Ia baru seminggu tiba dari Amerika. Awalnya, ini hanya liburan singkat. Tapi sesuatu berubah pagi itu. Di layar tabletnya, terbuka tajuk utama The Economic Times, tertanggal 18 Juni 2025:
Baca Juga: Catatan Denny JA: Ketika Sejarah tak Menceritakan yang Sebenarnya
“A List of Safest Countries to Seek Shelter as World War III Fear Looms” (1)
Di sana, nama Indonesia muncul. Bersama Islandia, Selandia Baru, dan Swiss.
Julia terdiam. Ia membaca ulang bagian tentang Indonesia—negara kepulauan yang besar, netral, kaya sumber daya, dan jauh dari pusat konflik dunia.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Ujung Perang Israel Lawan Iran, Perang Tak Henti atau Solusi Dua Negara?
“Kalau perang Iran–Israel meluas, dan Amerika ikut campur, bukankah kita lebih baik tinggal di sini?” tanyanya kepada suami.
“Di Bali, tempat anak-anak bisa tetap tertawa, tanpa tahu bahwa dunia sedang gila.”
Sejak hari itu, Julia tak pulang dulu ke AS. Ia menjalankan bisnis daringnya dari Indonesia. Di sini, katanya, dunia masih terasa waras.
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Berapa Banyak Lagi Kematian yang Kau Tunggu?
-000-
Dalam laporan The Economic Times itu, Indonesia disebut sebagai salah satu negara paling aman jika Perang Dunia Ketiga pecah. Mengapa?
Esai di The Economic Times itu tak menjelaskan detil. Namun kita bisa mengeksplorasi dari aneka referensi.
Baca Juga: Orasi Denny JA: Puisi Dari Papua yang Luka
Setidaknya ada tujuh alasan kuat yang membuat Indonesia berpotensi menjadi “global safe haven” di tengah kehancuran geopolitik.
1. Letak Geografis: Jauh dari Titik Api Dunia
Indonesia berada di Asia Tenggara—jauh dari poros konflik global seperti:
Baca Juga: Denny JA: Puisi Esai Lahir dari Kegelisahan
• Eropa Timur (NATO vs Rusia)
• Timur Tengah (Israel vs Iran)
• Asia Timur Laut (Taiwan, Korea, Jepang)
Baca Juga: Denny JA Menyediakan Dana Abadi untuk Puisi Esai
Letaknya yang relatif netral menjadikan Indonesia bukan target prioritas konflik besar.
2. Politik Bebas-Aktif: Warisan Bung Hatta yang Relevan
Pidato bersejarah Bung Hatta, “Mendayung di Antara Dua Karang” (2 September 1948), menjadi fondasi politik luar negeri Indonesia.
Baca Juga: Orasi Denny JA: Merancang Hidup di Era Artificial Intelligence
Prinsip bebas-aktif tetap dijaga dari era Soekarno, Soeharto, hingga Jokowi dan Prabowo. Indonesia bukan bagian NATO, bukan sekutu militer AS, dan tidak memiliki musuh permanen.
“Kami tidak ingin menjadi satelit dari blok mana pun.”
— Mohammad Hatta, 1948
Baca Juga: Analisis Denny JA: Setelah Amerika Serikat Menjatuhkan Bom ke Iran
3. Bukan Target Strategis Nuklir
Indonesia:
• Tidak punya pangkalan militer asing.
Baca Juga: Denny JA Melukis Perdamaian THE DEAL OF CENTURY Melalui Bantuan Artificial Intelligence
• Tidak punya senjata nuklir.
• Tidak punya instalasi global yang bisa jadi incaran pertama serangan adidaya.
Sebaliknya, negara seperti Jepang, Jerman, Inggris, dan Korea Selatan justru lebih rentan karena menjadi basis militer asing
Baca Juga: Denny JA Lahirkan Genre Lukisan Imajinasi Nusantara
4. Ketahanan Sumber Daya: Lumbung Kehidupan
Indonesia memiliki:
• Cadangan pangan (beras, singkong, jagung)
• Energi lokal (batubara, panas bumi, minyak sawit)
• Sumber air melimpah
• Hutan tropis luas
Artinya: jika dunia runtuh, Indonesia mampu bertahan secara lokal dalam waktu lama.
5. Tidak Punya Musuh Tradisional
Indonesia tidak memiliki rivalitas abadi seperti India–Pakistan atau Israel–Iran.
Sebaliknya, Indonesia kerap menjadi mediator damai, seperti dalam kasus Afghanistan
6. Struktur Kepulauan: Benteng Alamiah
Dengan lebih dari 17.000 pulau, Indonesia nyaris mustahil dikuasai penuh oleh musuh. Bahkan Jepang saat Perang Dunia II hanya menguasai sebagian pusat strategis.
Kepulauan ini memberi:
• Diversifikasi logistik
• Ruang perlindungan
• Hambatan alami bagi penjajah
7. Ekonomi Lokal dan Sosial Komunal yang Kuat
Indonesia punya ekonomi informal yang luas:
• Warung, pasar tradisional, sawah, tambak
• Komunitas lokal yang saling menolong
• Sistem sosial berbasis desa dan gotong royong
Dalam masa genting, sistem ini lebih kuat dibanding sistem yang bergantung penuh pada ekspor–impor.
-000-
Esai ini tidak sedang memuji Indonesia secara buta.
Ia hanya menunjukkan bahwa di tengah hiruk-pikuk dunia yang siap meledak, Indonesia—dengan segala kekurangannya—telah lama memilih jalan kebijaksanaan. Yaitu sikap politik luar negeri yang netral, damai, dan aktif dalam perdamaian dunia.
Filsuf Spanyol Miguel de Unamuno berkata:
“Kebijaksanaan tertinggi bukanlah bertarung, tapi tahu kapan tak perlu bertarung.”
Itulah wajah Indonesia kini.
Dulu dikenal karena rempah, senyum, dan laut yang luas.
Tapi jika Perang Dunia Ketiga benar-benar datang, negeri ini akan dikenal sebagai terminal paling aman ditinggali.***
Jakarta, 24 Juni 2025
REFERENSI
1. The Economic Times (18 Juni 2025):
“WW3 Safe Countries: Iceland, New Zealand, Indonesia among Top Choices”
-000-
Ratusan esai Denny JA soal filsafat hidup, political economy, sastra, agama dan spiritualitas, politik demokrasi, sejarah, positive psychology, catatan perjalanan, review buku, film dan lagu, bisa dilihat di FaceBook Denny JA’s World