Catatan Denny JA: Pembantaian di Final Liga Champions Eropa 2025 dan Filosofi Baru Sepak Bola
- Penulis : Rhesa Ivan
- Minggu, 01 Juni 2025 09:53 WIB

Namun tahun-tahun berlalu tanpa puncak. Kekalahan demi kekalahan menunjukkan satu hal sederhana: uang bisa membeli nama, tapi tidak bisa membeli keharmonisan.
Luis Enrique datang membawa angin baru. Ia mengubah arah. Dari klub selebritas menjadi klub pekerja. Dari nama besar menjadi jiwa besar.
Ia memberi panggung pada talenta muda: Doué, Mayulu, Barcola, Kolo Muani. Bukan hanya diberi menit bermain, tapi diberi kepercayaan.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Berbakatkah Saya Menjadi Orang Kaya?
Dan inilah buahnya: bukan sekadar trofi, tapi permainan yang menggugah—penuh semangat, tanpa beban, dan kolektif seperti tarian musim semi di padang hijau.
Di balik pesta lima gol, ada pelajaran batin yang lebih sunyi namun lebih dalam.
Sepak bola hari ini bukan lagi tentang satu raja di atas panggung. Ini tentang simfoni.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Tafsir yang Berbeda tentang Kurban Hewan di Era Animal Rights
PSG 2025 mengajarkan bahwa tim yang menang bukanlah yang memiliki pemain terbaik, tapi yang paling memahami irama bersama.
Mereka tidak menang karena kecemerlangan. Mereka menang karena keutuhan.
Filosofi baru PSG adalah filosofi zaman baru: bahwa kemenangan datang bukan dari kemegahan, tapi dari harmoni.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Ketika Puisi, dan Apapun, tak Pernah Cukup, Lalu Mengapa Lahir Puisi Esai
Ini kemenangan dari kerja kolektif yang saling mempercayai, saling melindungi, dan saling mengisi ruang yang kosong.