DECEMBER 9, 2022
Kolom

ANALISIS: Pertamina Patra Niaga, Kasus Pertamax Oplosan dan Krisis Kepercayaan

image
Polisi memasang garis polisi di truk tangki pengangkut bahan bakar minyak (BBM) yang menjadi barang bukti saat pengungkapan kasus tindak pidana migas di Polresta Bandar Lampung, Lampung, Rabu, 11 September 2024. Satuan Reskrim Polresta Bandar Lampung mangamankan 1.500 liter BBM oplosan, dua unit truk dan dua orang tersangka yang melakukan pengoplosan BBM jenis pertalite dengan minyak mentah illegal untuk dijadikan pertamax palsu. ANTARA FOTO/Ardiansyah/nym. (ANTARA FOTO/ARDIANSYAH)

Kepercayaan publik tidak bisa dibangun dengan pernyataan semata, tetapi dengan keterbukaan, sistem yang kuat, dan pengawasan yang benar-benar independen.

Jaminan konsumen

Maka, wajar jika kondisi ini mengundang kritik dan desakan yang datang dari berbagai pihak, termasuk Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) untuk mengaudit ulang kualitas BBM.

Baca Juga: BBM Pertamax Turun, Ini Daftar Harga Terbaru di SPBU Seluruh Indonesia, dari Pertamina, VIVO, BP hingga Shell

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mendesak Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM untuk memeriksa ulang kualitas bahan bakar minyak (BBM) Pertamina yang beredar di masyarakat.

YLKI ingin agar hasil pengujian ulang juga dipublikasikan secara transparan. Permintaan ini mengindikasikan bahwa masyarakat tidak serta-merta puas dengan jaminan yang diberikan Pertamina. Ada celah, ada keraguan, dan ada pertanyaan yang harus dijawab dengan fakta yang lebih terbuka.

Memang, faktanya, ketika bahan bakar yang dikonsumsi masyarakat dipertanyakan kualitasnya, implikasinya tidak hanya menyangkut urusan teknis, tetapi juga ekonomi, lingkungan, dan kepercayaan publik.

Baca Juga: Ternyata Ini yang Bikin Harga Pertamax Turun, Erick Thohir Beri Alasan Kenapa Baru Berlaku Pukul 14.00 WIB

Sebab kendaraan yang mengonsumsi BBM di bawah standar bisa mengalami kerusakan mesin lebih cepat. Biaya perawatan meningkat, daya tahan mesin menurun, dan pada skala yang lebih luas, ini berdampak pada daya beli serta produktivitas masyarakat. Lebih jauh, ketidakpercayaan terhadap penyedia energi nasional dapat mengganggu stabilitas pasar.

Konsumen yang merasa dirugikan akan mencari alternatif lain, bahkan jika itu berarti beralih ke pemasok swasta atau bahan bakar impor yang lebih mahal. Jika dibiarkan berlarut-larut, ini bisa menjadi bumerang bagi industri energi nasional. Ini belum termasuk angka kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi terkait hal itu.

Namun, setelah mendapatkan penjelasan yang rinci dari Pertamina Patra Niaga yang dipanggil secara khusus ke Gedung DPR RI pada Rabu, 26 Februari 2025, Wakil Ketua Komisi XII DPR Bambang Haryadi justru meyakini ada mispersepsi soal peristilahan blending.

Baca Juga: Kabar Gembira, Tak Perlu Pikir Panjang Beli BBM hingga Antre Pertalite, Siang Ini Harga Pertamax Turun Segini

Blending bukan berarti pengoplosan atau mengubah RON BBM dari 90 (Pertalite) ke 92 (Pertamax), melainkan justru untuk menambah kualitas dan performa BBM.

Halaman:

Berita Terkait