Diskusi SATUPENA, Satrio Arismunandar: Brain Rot Bikin Anak dan Siswa Sulit Konsentrasi Dalam Waktu Lama
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Kamis, 30 Januari 2025 13:17 WIB
ORBITINDONESIA.COM – Brain Rot dapat membuat anak-anak dan siswa lebih sulit berkonsentrasi dalam waktu lama, terutama dalam membaca atau memahami materi pelajaran yang kompleks. Hal itu dikatakan Sekjen SATUPENA, Satrio Arismunandar.
Satrio Arismunandar menanggapi tema diskusi Brain Rot dan Ragam Dampak Negatif Era Digital bagi Anak. Diskusi daring di Jakarta, Kamis malam, 30 Januari 2025 itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai penulis senior Denny JA.
Diskusi yang dikomentari Satrio Arismunandar itu akan menghadirkan narasumber Khusnul Aflah, Koordinator Aliansi Down to Zero Indonesia dan Pegiat Indonesia Child Online Protection. Diskusi itu akan dipandu oleh Mila Muzakkar dan Anick HT.
Baca Juga: Puisi Satrio Arismunandar: Kekayaan Sejati Denny JA
Satrio mengungkapkan, "Brain Rot" adalah istilah slang yang digunakan untuk menggambarkan kondisi di mana seseorang mengalami penurunan konsentrasi, motivasi, dan kemampuan berpikir kritis akibat konsumsi berlebihan konten yang dangkal, repetitif, dan kurang bermakna.
“Istilah ini sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial, video pendek --seperti TikTok dan Reels-- serta konsumsi hiburan instan yang minim stimulasi intelektual,” jelas Satrio.
Menurut Satrio, Brain Rot bisa menurunkan kemampuan berpikir kritis dan analitis. “Konsumsi konten instan yang dangkal dapat mengurangi kebiasaan berpikir mendalam dan kemampuan memproses informasi secara logis,” ujarnya.
Ditambahkan Satrio, anak-anak yang terlalu sering terpapar konten hiburan cepat cenderung mengalami kesulitan dalam memahami konsep akademik yang membutuhkan pemikiran jangka panjang.
Selain itu, kata Satrio, Brain Rot bisa menurunkan motivasi untuk belajar. “Terbiasa dengan kesenangan instan membuat anak-anak merasa belajar itu membosankan dan kurang menarik,” ucapnya.
Kata Satrio, ada beberapa cara mengatasi Brain Rot pada anak dan siswa sekolah. Pertama, terapkan aturan waktu penggunaan gadget, seperti maksimal 1–2 jam sehari untuk hiburan digital.
Baca Juga: Puisi Esai Mini Satrio Arismunandar: Penjahat Keji Dunia Maya yang Memerkosa Korbannya
Kedua, tutur Satrio, orang tua mendorong aktivitas yang menstimulasi otak bagi anak. “Ajak anak membaca buku, bermain teka-teki, menulis jurnal, atau berdiskusi tentang isu-isu penting untuk melatih berpikir kritis,” jelasnya.
Ketiga, ungkap Satrio, gunakan teknologi dengan bijak. “Arahkan anak untuk mengonsumsi konten yang edukatif dan bermakna, seperti dokumenter, kursus online, atau buku audio,” sambungnya.
Yang juga penting, tingkatkan interaksi sosial offline. “Dorong anak untuk berpartisipasi dalam kegiatan sekolah, olahraga, atau aktivitas komunitas agar tidak terlalu bergantung pada hiburan digital,” lanjut Satrio.
Baca Juga: SATUPENA Akan Diskusikan Brain Rot dan Ragam Dampak Negatif Era Digital bagi Anak
Intinya, kata Satrio, adalah memberikan teladan yang baik. “Orang tua dan guru juga harus menunjukkan kebiasaan yang baik dalam penggunaan teknologi agar anak-anak dapat meniru pola yang sehat,” ujar Satrio.
“Dengan pendekatan yang tepat, efek negatif dari Brain Rot dapat diminimalkan, sehingga anak-anak dan siswa tetap dapat berkembang secara optimal dalam pembelajaran dan kehidupan sehari-hari,” pungkasnya. ***