Catatan Denny JA: Sentimen Nasionalisme di Era Algoritma
- Jumat, 17 Januari 2025 08:36 WIB
Penting untuk terus memantau dan meneliti dinamika ini guna memahami implikasinya terhadap identitas budaya dan rasa kebangsaan di era digital.
-000-
Di balik potensi algoritma untuk memperkuat identitas nasional, tersembunyi ironi yang mengancam: algoritma juga dapat memudarkan nasionalisme.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Inilah Pentingnya Membuat Dokumentasi Sebuah Gerakan
Algoritma dirancang untuk memaksimalkan keterlibatan pengguna, bukan untuk mempertahankan budaya atau identitas nasional.
Hasilnya, algoritma sering kali mendorong konten global yang populer, mengesampingkan budaya lokal yang kurang mendapat perhatian di dunia digital.
Misalnya, seorang remaja Indonesia yang aktif di media sosial lebih sering disodori video K-pop atau tren TikTok dari Amerika Serikat daripada konten tentang tradisi daerahnya.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Spiritualitas di Era Artificial Intelligence
Akibatnya, budaya lokal menjadi terpinggirkan di tengah gelombang globalisasi digital.
Lebih jauh, algoritma juga menciptakan homogenisasi budaya. Platform seperti Netflix atau YouTube merekomendasikan konten yang sesuai dengan pola global.
Itu potensial membuat banyak orang di seluruh dunia mengonsumsi budaya yang serupa, mengikis keunikan budaya lokal yang membentuk nasionalisme.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Membawa Spirit para Sufi ke Era Artificial Intelligence
Ketika identitas nasional tak lagi terlihat di ruang digital, nasionalisme perlahan memudar. Tanpa strategi sadar untuk mempertahankan narasi nasional di era algoritma, bangsa-bangsa berisiko kehilangan jati dirinya di tengah derasnya arus globalisasi.