DECEMBER 9, 2022
Jakarta

Peneliti ICJR Maidina Rahmawati: Penangkapan oleh Polri Harus Jadi Objek Uji Pengadilan di Revisi KUHAP

image
Tangkapan layar - Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati dalam konferensi pers "Darurat Reformasi Polri" yang dipantau dari Jakarta, Minggu, 8 Desember 2024. (ANTARA/Putu Indah Savitri)

ORBITINDONESIA.COM - Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati menilai, revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) harus memberi peluang agar seluruh tindakan kepolisian, dalam konteks penyelidikan dan penyidikan, bisa menjadi objek uji dari pengadilan (judicial scrutiny).

Kebijakan tersebut diyakini oleh Maidina Rahmawati sebagai salah satu langkah konkret yang dapat ditempuh oleh pemerintah untuk mereformasi Polri.

“Fungsi itu (judicial scrutiny) tidak dimuat saat ini di hukum acara pidana Indonesia, sehingga kami juga dalam konteks ini mendorong untuk adanya revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,” kata Maidina Rahmawati dalam konferensi pers “Darurat Reformasi Polri” yang dipantau dari Jakarta, Minggu, 8 Desember 2024.

Baca Juga: Peter Stano: Semua Negara Uni Eropa Wajib Laksanakan Surat Perintah Penangkapan PM Israel Netanyahu

Merujuk pada Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menerbitkan Body of Principles for the Protection of All Persons under Any Form of Detention and Imprisonment (Kumpulan Prinsip-Prinsip tentang Perlindungan Semua Orang dalam Segala Bentuk Penahanan atau Pemenjaraan) pada 1988, Maidina mengatakan, setiap orang yang ditahan atau pembelanya dapat menguji keabsahan penahanannya dalam rangka memperoleh pembebasan tanpa penundaan.

“Tapi, ada satu fungsi yang tidak ada di dalam hukum acara pidana kita, yaitu terkait dengan fungsi pemeriksaan oleh hakim ketika penangkapan telah dilakukan,” kata Maidina.

Indonesia, kata dia, seharusnya memiliki mekanisme hakim pemeriksa ketika terjadi penangkapan. Dalam kurun waktu 48 jam setelah ditangkap, orang yang ditahan wajib dihadapkan kepada otoritas yang bukan kepolisian. Otoritas tersebut adalah otoritas pengadilan.

Baca Juga: Kemlu RI Konfirmasi Penangkapan Warga Indonesia yang Coba Bunuh Lansia di Jepang

“Sifatnya menjadi lebih independen untuk menguji apakah penangkapan itu dilakukan secara sah, apakah ada kekerasan di dalamnya, apakah orang yang ditangkap secara fisik masih sehat, masih aman, dan tidak mengalami kekerasan,” kata Maidina.

Memasukkan poin tersebut ke RKUHAP, menurut dia, akan menjadi langkah konkret presiden dan DPR untuk mereformasi kepolisian di Indonesia. Judicial scrutiny diharapkan dapat mencegah penggunaan kekerasan, bahkan yang dapat menghilangkan nyawa seseorang, ketika kepolisian melakukan penangkapan.

“Ini kami suarakan untuk presiden dan DPR agar segera melakukan langkah konkret dalam mereformasi kepolisian,” kata Maidina.***

Berita Terkait