Catatan Denny JA: Ketika Quick Count Tak Bisa Putuskan Pilkada Jakarta 2024 Satu atau Dua Putaran
- Penulis : M. Ulil Albab
- Sabtu, 30 November 2024 20:01 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Lebih dari 20 tahun saya terlibat langsung dalam pemilu setelah reformasi, baik Pilpres ataupun Pilkada. Baru untuk pertama kalinya, saya tak bisa memutuskan siapa pemenang final Pilkada melalui Quick Count.
Itu terjadi pada bintang Pilkada Serentak 2024: Pilkada Jakarta. Mengapa Pilkada Jakarta disebut bintang dari Pilkada? Itu karena Pilkada Jakarta punya aroma Pilpres. Dua gubernur Jakarta sebelumnya (Jokowi dan Anies) juga menjadi Capres.
Siapapun yang nanti terpilih sebagai Gubernur Jakarta 2024, ia potensial menjadi capres atau cawapres RI berikutnya.
Quick Count yang saya gunakan, yang sudah berhasil memprediksi ratusan pemilu secara akurat, untuk Pilkada Jakarta 2024, tak berdaya. Itu karena the margin of victory lebih kecil dibandingkan the margin of error.
Pramono-Rano pasti unggul. Tapi apakah Pilkada Jakarta selesai satu putaran atau perlu dua putaran (50 persen + 1), perolehan Quick Count mayoritas lembaga survei sama hasilnya. Karena ada margin of error 1 persen, Pilkada Jakarta mungkin satu putaran, mungkin juga dua putaran.
“Seperti puncak gunung yang hampir tergapai, kemenangan Pramono-Rano terlihat nyata. Namun, angin margin of error menyelubungi puncak itu, menjadikan kemenangan satu putaran masih tak pasti.”
-000-
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan bahwa lembaga survei hanya boleh mengumumkan hasil risetnya setelah pukul 15.00 WIB pada hari pemilu.
Padahal melalui exit poll yang dilakukan sejak pagi, saya sudah melihat tren dan kepastian pemenang di beberapa provinsi besar. Tepat pukul 12.00, angka-angka itu mulai bicara kepada saya, walau masih terbuka pencoblosan hingga pukul 13.00 WIB.
Dalam hati, saya tahu siapa yang unggul, tetapi hukum membatasi saya untuk mengungkapkan terlalu awal.
Maka, di tengah waktu yang tersisa, saya berikhtiar dengan cara lain. Beberapa meme saya publikasikan sebagai pesan tersirat. Meme pertama berbunyi:
Saya terbayang Khofifah tersenyum di Jatim.
Dedi Mulyadi tertawa di Jabar.
Andi Sudirman bahagia di Sulsel.
Apa artinya?
Respon pun berdatangan di Japri. Aneka pihak menafsirkan ini sebagai sinyal kemenangan Khofifah di Jawa Timur, Dedi di Jawa Barat, dan Andi di Sulawesi Selatan.
Begitu pula meme kedua yang saya buat:
1) Di Jawa Tengah: di antara kabut, kulihat Luthfi tersenyum, tapi harus kupastikan lagi.
2) Di Sumut, Bobby tertawa tapi ingin kutegaskan lagi.
Kembali respon berdatangan. Mereka menafsir ini deklarasi kemenangan Luthfi di Jawa Tengah dan Bobby di Sumut.
Namun, ada dua wilayah yang tetap memunculkan pertanyaan besar: Banten dan Jakarta.
Exit Poll tak bisa menjawab pemenang final dua provinsi itu karena besarnya suara yang merahasiakan pilihannya.
-000-
Pilkada Banten baru bisa terjawab oleh Quick Count. Itu terjadi ketika data masuk sudah di atas 90 persen, setelah pukul 16.00 WIB.
Ketika Quick Count di Banten selesai dihitung (93 persen data masuk), hasilnya seperti gempa: Andra Soni mengalahkan Airin dengan 55,3 persen vs 44,7 persen.
Dinasti Atut yang berakar di Banten runtuh oleh strategi Andra yang efektif dan momentum akhir yang kuat.
Pesan-pesan masuk ke ponsel saya, penuh keterkejutan:
“Dinasti Atut kok bisa tumbang, ya Bro?”
“Hebat kali ini calon Gerindra. Bisa mereka kalahkan Airin yang begitu populer, ya Bro?”
Tapi Quick Count pun tak memberi kejelasan mengenai pemenang final Pilkada Jakarta.
Padahal pada pukul 17.00 WIB, data Quick Count untuk Pilkada Jakarta telah mencapai 99 persen. Pramono Anung-Rano Karno memperoleh 49,9 persen suara. Unggul jauh dari Ridwan Kamil-Siswono, tetapi belum mencapai ambang batas 50% persen+1 yang diperlukan untuk memenangkan satu putaran.
Di tengah margin of error 1 persen, jika Quick Count-nya 49,9 persen, perolehan real Pramono-Rano berada di rentang 48,9 persen hingga 50,9 persen.
Ini berarti mereka mungkin menang satu putaran, atau mungkin tidak. Hanya real count KPU yang dapat memastikan.
Hari setelah Pilkada, masing-masing kubu mulai memainkan narasi. Tim Pramono-Rano menggelar konferensi pers, mengklaim telah menang satu putaran dengan perolehan 50,07 persen.
Sementara itu, tim Ridwan Kamil-Siswono mengklaim sebaliknya. Mereka menyebut bahwa Pramono-Rano hanya memperoleh 49,28 persen, sehingga Pilkada harus dilanjutkan ke putaran kedua.
Real Count KPU, paling lambat 12 Desember 2024, akan memutuskan. Quick Count tak lagi bisa memprediksi secara bertanggung jawab.
“Seperti layar lebar yang sudah merampungkan cerita di semua daerah, Jakarta tetap menyisakan adegan terakhir, menunggu Real Count KPU sebagai sutradara yang menutup babak final pada 12 Desember 2024 nanti.”
-000-
Pertanyaan lain lahir tak kalah menghentak: Mengapa Ridwan Kamil yang diendorse oleh Jokowi dan Prabowo kalah di Jakarta? Apakah pengaruh kedua tokoh besar ini mulai pudar?
Jawabannya, yang menentukan kemenangan itu bukan endorsement, melainkan bekerjanya mesin politik.
Pada hari-hari terakhir, mesin politik pendukung Jokowi lebih fokus ke Jawa Tengah. Di sana, calon gubernur dukungan Jokowi mengalahkan kandidat PDIP di kandang banteng dengan selisih yang signifikan, di atas 10 persen.
Mesin itu bekerja luar biasa efektif, menggeser prediksi survei yang sebelumnya menunjukkan kemenangan tipis bagi cagub PDIP (dalam batas margin of error, survei Kompas dan SMRC).
Begitu pula di Banten. Mesin politik pendukung Prabowo lebih terkonsentrasi di sana, membantu kemenangan Andra Soni dengan margin yang besar.
Ini juga berujung pada hasil yang spektakuler. Di aneka survei sebelumnya, Airin unggul cukup jauh. Tapi di hari pencoblosan, hasilnya berbalik. Ini pasti kerja mesin politik yang perkasa.
Jika Pilkada Jakarta berlanjut ke putaran kedua, mesin politik Jokowi dan Prabowo potensial sepenuhnya diarahkan ke Jakarta. Ini akan menciptakan tantangan besar bagi Pramono-Rano.
“Mesin politik adalah arus bawah samudra; ia bisa tak terlihat di permukaan, tapi kekuatannya mampu mengubah arah kapal. Jika Jakarta menuju putaran kedua, arus ini akan menyulitkan Pramono-Rano.”
Tapi jika Pilkada Jakarta hanya satu putaran, atau dua putaran tapi dimenangkan oleh cagub PDIP, Pramono-Rano, maka politik nasional akan lebih dinamis.
PDIP selaku partai oposisi, juga Anies Baswedan, menemukan basis teritori yang strategis untuk ekspos politik berikutnya, termasuk untuk Pilpres 2029.***
CATATAN:
1. Meme tentang pemenang Pilkada 2024, yang dipublikasi sebelum jam 15.00 WIB, bisa dilihat di FB Denny J.A’s World