Kemlu China: AS Lakukan Kegiatan Mata-mata Tetapi Malah Menuduh Negara Lain
- Penulis : Bramantyo
- Selasa, 29 Oktober 2024 02:23 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian menegaskan bahwa Amerika Serikat (AS) sebagai pihak yang melakukan kegiatan mata-mata, namun malah menuduh negara lain mengerjakan spionase.
"Di satu sisi, AS terang-terangan melakukan kegiatan mata-mata di seluruh dunia, tetapi di sisi lain membuat tuduhan yang tidak berdasar tentang ancaman mata-mata terhadap negara lain. Hal ini jelas salah tafsir dari fakta-fakta yang ada," kata Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing, China, Senin, 28 Oktober 2024.
Hal tersebut disampaikan dengan pemberitaan media di AS yang menyebut peretas asal China terlibat dalam operasi mata-mata yang menargetkan ponsel yang digunakan oleh calon presiden dari Partai Republik Donald Trump, pasangannya, JD Vance, dan orang-orang yang terkait dengan kampanye Demokrat Kamala Harris.
Baca Juga: Presiden China Xi Jinping Akan Hadiri KTT BRICS di Rusia, Prabowo Subianto Berhalangan Hadir
Satu pernyataan FBI menyebut lembaga tersebut sedang menyelidiki "akses tidak sah ke infrastruktur telekomunikasi komersial oleh sejumlah pihak yang berafiliasi dengan Republik Rakyat China", namun tidak menyebut siapa target operasi tersebut.
"AS perlu segera memperbaiki kesalahannya, menghentikan tipu dayanya untuk menjebak pihak lain, dan berhenti menciptakan lebih banyak kekacauan dan turbulensi di dunia," ungkap Lin Jian.
Lin Jian mengungkapkan bahwa Kementerian Luar Negeri China juga memperhatikan bahwa CIA belum lama menampilkan instruksi di media sosial dalam bahasa Mandarin tentang cara menghubungi CIA secara daring, sebagai upaya untuk memikat warga Tiongkok agar menjadi informan mereka.
"Hal ini sangat melanggar kepentingan nasional China. China memprotes keras hal ini. Kami akan dengan tegas menindak tegas kegiatan infiltrasi dan sabotase oleh pasukan anti-China di luar China dan mempertahankan kedaulatan nasional, keamanan dan kepentingan pembangunan," tambah Lin Jian.
CIA, kata Lin Jian, telah lama menggunakan segala metode tercela untuk mencuri rahasia negara lain, mencampuri urusan dalam negeri mereka, dan melakukan subversi.
"AS tidak pernah menghentikan kegiatan spionasenya terhadap China. AS juga telah lama melakukan pengawasan besar-besaran dan pencurian rahasia terhadap sekutu-sekutunya," ungkap Lin Jian.
Baca Juga: Presiden China Xi Jinping Sambut Iran sebagai Anggota Penuh BRICS
Lin Jian pun mencatat satu berita yang relevan, yang secara khusus menyebutkan kelompok peretas itu bernama "Volt Typhoon."
"Izinkan saya menunjukkan bahwa pada insiden 'Volt Typhoon' yang digembar-gemborkan AS sebelumnya, lembaga keamanan siber China mengeluarkan beberapa laporan untuk mengungkap fakta, memberikan bukti kuat yang membuktikan bahwa 'Volt Typhoon' sebenarnya adalah kelompok 'ransomware' internasional," tegas Lin Jian.
Ia menilai, AS pun sengaja menciptakan narasi palsu tentang penelusuran asal-usul serangan siber untuk menjebak China.
Baca Juga: China Berharap PBB Dapat Meningkatkan Hak Bersuara Negara-negara Berkembang
"China mendesak AS untuk menghentikan berbagai jenis tindakan tidak bertanggung jawab untuk menyalahkan korban, menghentikan serangan siber secara global dan berhenti menggunakan isu keamanan siber untuk menjelek-jelekkan China," kata Lin Jian.
Pejabat intelijen AS diberitakan meyakini China menargetkan kandidat dari kedua partai berdasarkan sikap mereka terhadap isu-isu yang sangat penting bagi Beijing, termasuk dukungan untuk Taiwan.
Direktur FBI Christopher Wray sebelumnya pernah menyampaikan kepada Kongres pada Januari 2024 bahwa para penyelidik memantau adanya gangguan dari kelompok yang disebut "Volt Typhoon" yang mengganggu rumah dan perusahaan swasta termasuk pabrik pengolahan air, jaringan listrik, dan sistem transportasi di seluruh AS.
Baca Juga: Bakamla RI Usir Kapal Penjaga Pantai China yang Masuk ke Laut Natuna Utara
Pada September, Wray juga mengatakan FBI telah menghentikan gerakan pemerintah China lain yang disebut "Typhoon Flax", yang menargetkan universitas, lembaga pemerintah, dan organisasi lain yang memasang perangkat lunak berbahaya pada lebih dari 200.000 perangkat konsumen, termasuk kamera, perekam video, dan router rumah dan kantor.***