Memilih Ketua MA di Era Transisi Kepemimpinan Nasional
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Senin, 14 Oktober 2024 16:26 WIB
Ketiga, memiliki kemampuan berpikir hukum yang baik karena KMA bertanggungjawab untuk melakukan koreksi atas semua putusan di tingkat judex factie.
Keempat, dapat menjadi teladan (role model) alias menjadi contoh dan panutan bagi para hakim lainnya di seluruh Indonesia, baik secara profesi maupun moral.
Kelima, mengayomi seluruh insan peradilan di seluruh Indonesia dan dapat menjamin bahwa setiap lembaga peradilan di seluruh Indonesia adalah tempat menambatkan harapan keadilan.
Baca Juga: TOK! Mahkamah Agung Tolak Peninjauan Kembali Moeldoko dalam Sengketa Kepengurusan Partai Demokrat
Keenam, profesional dan independen dalam menjalankan tugasnya serta dapat membangun keadaan yang menjadikan mereka yang papa, lemah atau less in power tidak ciut hatinya ketika mencari keadilan di lembaga peradilan.
Ketujuh, seorang Ketua MA harus punya wisdom (kearifan yang tinggi) dan karenanya ia harus sudah selesai dengan dirinya, dan apa yang dia tinggalkan kelak akan menjadi legacy.
Pada prinsipnya seorang hakim itu tidak punya kepentingan apa pun! Kecuali membuat putusan yang berkualitas dan berpihak pada kebenaran dan keadilan (the truth and justice).
Baca Juga: Mahkamah Agung Sunat Denda Koruptor Surya Darmadi Jadi Rp2 Triliun, Awalnya Rp42 Triliun
Kita, rakyat Indonesia berharap pemilihan pimpinan MA yang baru berlangsung secara demokratis dan damai. Sesuai dengan hati nurani para Hakim Agung yang memilih. Semua ini, semata-mata, demi terwujudnya keadilan bagi semua. Justitia Omnibus.
Dr. TM Luthfi Yazid, SH, LLM, Ketua Umum Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia (DePA-RI). ***