DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Manusia Tanpa Agama: Manusia Bisa Hidup Maju dan Sejahtera Tanpa Agama

image
Ilustrasi berbagai agama

ORBITINDONESIA - Saat ini, ada miliaran manusia hidup di negara negara maju yang tak peduli agama dan mereka baik baik saja. Makmur sentosa dan sejahtera.

China, Russia, Eropa Utara, Jepang, warga di negara negara Skadinavia - bisa maju dan dinobatkan sebagai "warga paling berbahagia di dunia" padahal mereka dikenal tidak mempedulikan agama.

Prancis yang kita kenal sebagai negara maju, pelopor fashion di dunia, menegaskan diri sebagai negara sekuler yang melarang simbol simbol agama ditunjukkan ke publik. Mereka menerapkan sungguh sungguh Liberte, Egalite, dan Fraternite. Kebebasan, Kesetaraan dan Persaudaraan.

Baca Juga: Liga Champions: Ajax Amsterdam vs Glasgow Rangers, Prediksi Skor, Line Up, Head to Head, Link Streaming

Sebaliknya negara yang nampak beragama, mengutamakan agama: merasa paling bertuhan - malah saling bunuh dan saling serang sesamanya.

Saling mengkafirkan. Saling membid'ahkan. Saling bermusuhan. Melahirkan krisis dan jutaan pengungsi.

Sejujurnya, tanpa usaha dan campur tangan manusia, agama mati!

Tidak ada pengakuan adanya Tuhan dan tanpa pengakuan dari umat manusia, maka Tuhan tidak ada. Nabi nabi tidak ada.

Baca Juga: 10 Ucapan Hari Radio Nasional 11 September 2022, Cocok Dibagikan Lewat WhatsApp

PERINGATAN keras ini ditujukan buat para pemabuk agama yang membodohi umat manusia - di Indonesia khususnya - yang menempatkan agama segala galanya.

Agama menyempurnakan manusia, ya. Tapi atas nama agama merusak kemanusiaan, iya juga. Fakta nyata. Sejarah telah membuktikannya. Perang dan permusuhan atas nama agama masih terjadi.

Tanpa agama kita bisa sempurna, dengan cara lainnya.

Kebajikan manusia bisa datang dari filsafat dan moral, nilai nilai sosial yang disepakati dan bawaan lahir manusia sebagai makhluk sosial.

Baca Juga: Senyum Anies Baswedan Kepada Awak Media Saat Tiba di Gedung KPK

"Agama memang menghindarkan manusia dari dosa - tapi berapa banyak dosa yang dibuat atas nama agama?" kata RA Kartini, seratus tahun lalu.

Sebagaimana disampaikan Gus Dur: "di atas agama ada kemanusiaan!"

Nilai nilai kebajikan dan kemanusiaan dan pengetahuan alam serta pengalaman sejarah masing masingnya, bisa menjaga keseimbangan alam dan makhluk lainnya. Perang bisa dihindari, ilmu pengetahuan maju, berkembang pesat dan meningkat.

Berkat jaringan internet dan satelit, manusia seluruh pelosok dunia makin terhubung. Logika dan sains menyadarkan kemanusiaan.

Baca Juga: BNPT Tekan Potensi Terjadinya Radikalisme dan Terorisme Lewat Festival Musik Anak Bangsa

Eksplorasi manusia telah berhasil mengolah alam semesta. China membuat matahari buatan. Sejumlah negara lainnya sedang menjajagi kehidupan di planet Mars - ketika di Indonesia masih sibuk dengan perda syariah dan mengatur penutup kepala perempuan.

SEJARAH agama adalah sejarah 6.000 tahun terakhir. Masih baru. Padahal sejarah keberadaan manusia sudah puluhan ribu, ratusan ribu, bahkan jutaan tahun.

Tahun 60.000 hingga 50.000 SM (sebelum masehi), manusia purba sudah melakukan pergerakan dari Afrika Tengah ke Afrika Selatan, demikian catatan antropologi.

Di tahun 50.000 hingga 45.000 SM, manusia mulai menyebar luas lagi ke Arab, India, dan Indonesia. Dari sini, mereka lalu mencapai Australia, Jepang, Cina, Alaska, hingga Amerika Utara.

Baca Juga: Asal Tahu Saja, Kebutuhan BBM Indonesia Tergantung Kapal Tanker dari Singapura

Jauh sebelum agama agama lahir, sebelum agama dibuat dan ditulis, manusia sudah berkebudayaan, melakukan kegiatan seni, menyelaraskan diri dengan alam.

Lukisan di gua gua dari peninggalan ribuan tahun memberikan catatan umat manusia yang sudah berkebudayaan, sebelum adanya agama.

Kebudayaan menyempurnakan kemanusiaan. Seni musik, teater, film, fashion yang tampil dalam kemasan canggih saat ini juga lahir dari olah seni manusia yang berkebudayaan, yang terus mengalami perkembangan dan perubahan selama ribuan tahun.

Di tanah Jawa, seni wayang dan gamelan sudah ada sejak ribuan tahun dan terus mengalami penyempurnaan hingga kini dan diakui sebagai warisan dunia.

Baca Juga: Hari Radio Nasional, Inilah Fakta di Balik Sejarah Berdirinya Radio Republik lndonesia

Ketika jazirah Arab - yang melahirkan banyak nabi dan agama - masih primitif dan saling bunuh sesamanya - dan masih terjadi hingga kini - orang Jawa sudah main gamelan dan mempertunjukkan wayang. Belajar keraifan hidup dan alam darinya.

China, Jepang, Rusia dan Prancis adalah bangsa berkebudayaan tinggi meski tak mengakui agama.

Negara negara bangsa dan negara sekuler liberal tidak menolak agama tapi juga tak menempatkan nilai agama sebagai acuan.

Pengalaman traumatis kediktatoran lembaga keagamaan - di Eropa pada abad pertengahan khususnya - membuat mereka memisahkan aturan agama dan aturan negara.

Baca Juga: 13 Sikap Ahlussunnah Terhadap Pemerintah Kaum Muslimin

KETUHANAN yang Maha Esa adalah produk negara bangsa, dan produk sekulerisme yang menempatkan semua agama pada Tuhan yang Esa. Tidak merujuk pada satu Tuhan dari agama tertentu.

Warga dari negara bangsa bebas menyembah Tuhan yang mana saja sesuai keyakinannya. Sebab dari sana diharapkan lahir nilai nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Persatuan, musyawarah dan keadilan sosial.

Risalah ini tak mendorong Anda untuk meningalkan agama, melainkan untuk menyadarkan kita semua agar agama meningkatkan kebudayaan dan kemanusiaan.

Hendaknya memilih dan memilah ajaran ajaran agama yang meningkatkan kualitas manusia dan kemanusiaan. Meningkatan kepada tanah kita pada tanah air dimana kita lahir. Juga kecintaan pada kebudayaan yang diolah oleh bangsa sendiri.

Baca Juga: Mantan Bupati Banyuwangi Azwar Anas Dilantik Presiden Jokowi Jadi Menteri PAN RB Siang Ini

Jangan menerima ajaran agama yang memusuhi kesenian dan kebudayaan. Olah budi daya manusia.

Karena sejujurnya, tanpa ajaran agama pun kita tetap baik baik saja.

Agama lah yang membutuhkan manusia. Bukan sebaliknya.

(Tulisan ini beredar anonim di media sosial, lalu dikutip OrbitIndonesia)***

Berita Terkait