DECEMBER 9, 2022
Internasional

UEA Batalkan Kesepakatan Pembelian Rafale Senilai 20 Miliar Dolar AS dengan Prancis Meski CEO Telegram Dibebaskan

image
Pesawat Rafale di bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta (Foto: Satrio Arismunandar)

ORBITINDONESIA.COM - Dampak diplomatik dari penangkapan CEO Telegram Pavel Durov terus meningkat, karena Uni Emirat Arab (UEA) telah memutuskan untuk membatalkan kesepakatan senilai 20 miliar dolar AS dengan Prancis untuk 80 jet tempur Rafale.

Keputusan tersebut diambil setelah penahanan singkat Durov oleh otoritas Prancis, sebuah langkah yang telah membuat hubungan antara UEA dan Prancis menjadi tegang, meski Durov dibebaskan dengan jaminan.

Durov, yang memegang kewarganegaraan UEA bersama beberapa kewarganegaraan lainnya, ditangkap pada hari Sabtu di bandara Paris setelah tiba dari Azerbaijan.

Baca Juga: Nezar Patria Jelaskan Komunikasi Kemenkominfo dengan Telegram tentang Penutupan Akses Judi Online

Penangkapan tersebut dilaporkan terkait dengan tuduhan dari otoritas Prancis, termasuk tuduhan kejahatan keuangan, pelanggaran dunia maya, perdagangan narkoba, dan eksploitasi anak di platform Telegram.

Meskipun Durov secara konsisten membantah tuduhan ini, dengan mengklaim bahwa tuduhan tersebut bermotif politik karena penolakannya untuk memberikan akses rahasia kepada pemerintah Barat ke Telegram, penangkapan tersebut tetap memicu dampak diplomatik yang signifikan.

Menurut laporan di ranah publik, UEA, sekutu dekat Durov, telah menyatakan kemarahannya atas penangkapan tersebut, menganggapnya sebagai penghinaan terhadap kedaulatannya dan pelanggaran norma diplomatik. Hubungan Durov di UEA, khususnya hubungannya dengan putra Emir, Zayed Al Nahyan, hanya memperburuk situasi.

Baca Juga: Presiden Prancis Emmanuel Macron: Penahanan CEO Telegram Pavel Durov Tidak Terkait Politik

Keputusan pemerintah UEA untuk menghentikan kesepakatan Rafale, yang ditandatangani dengan perusahaan kedirgantaraan Prancis Dassault pada tahun 2021, dipandang sebagai tanggapan langsung atas perlakuan Durov.

Kesepakatan tersebut, yang bernilai 20 miliar dolar AS, merupakan salah satu kontrak pertahanan terbesar yang ditandatangani oleh UEA dalam beberapa tahun terakhir. Kontrak tersebut mencakup pengiriman 80 jet tempur Rafale, dengan pengiriman pertama diharapkan tiba pada tahun 2027.

Pembatalan kesepakatan ini tidak hanya merupakan kerugian ekonomi yang signifikan bagi Prancis, tetapi juga menandai kemerosotan tajam dalam hubungan UEA-Prancis, yang sebelumnya kuat dan kooperatif hingga insiden ini.

Baca Juga: Menkominfo Budi Arie Setiadi: Sanksi untuk Platform Pesan Instan Telegram Tunggu Kajian Tim Aptika

Presiden Prancis Emmanuel Macron telah berupaya meredakan situasi, dengan menyatakan bahwa penangkapan Durov tidak bermotif politik dan tidak terkait dengan konflik Rusia-Ukraina. Namun, jaminan ini tidak banyak membantu meredakan UEA.

Waktu penangkapan, ditambah dengan laporan sebelumnya bahwa Prancis telah gagal merayu Durov untuk merelokasi operasi Telegram ke wilayah Prancis pada tahun 2018, telah memicu spekulasi bahwa motif geopolitik yang lebih dalam mungkin berperan.

Meskipun dibebaskan dengan jaminan sebesar 5,56 juta dolar AS, masalah hukum Durov masih jauh dari selesai. Ia tetap dilarang meninggalkan Prancis, dan tuduhan terhadapnya dapat menyebabkan pertempuran hukum yang panjang.

Baca Juga: Pendiri dan CEO Telegram Pavel Durov Hadapi Dakwaan Atas Dugaan Aktivitas Kriminal

Sementara itu, keputusan UEA untuk mendukung Durov menggarisbawahi jaringan hubungan internasional yang rumit dan dampak signifikan yang dapat ditimbulkan oleh penangkapan seorang tokoh terkenal terhadap diplomasi global.

Masa depan kesepakatan Rafale kini tergantung pada ketidakpastian, dengan para analis menyarankan bahwa kesepakatan itu dapat dinegosiasikan ulang atau ditangguhkan secara permanen, tergantung pada bagaimana situasi berkembang.

Untuk saat ini, pembatalan tersebut menjadi pengingat yang jelas tentang sifat politik internasional yang tidak dapat diprediksi, di mana satu penangkapan dapat menggagalkan perjanjian bernilai miliaran dolar dan mengubah arah hubungan diplomatik.***

Sumber: financialexpress.com

Berita Terkait