Pilkada Jakarta 2024: PDI Perjuangan Buka Peluang Kerja Sama dengan Partai yang Bergabung ke KIM Plus
- Penulis : Krista Riyanto
- Rabu, 21 Agustus 2024 05:12 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif Deddy Sitorus mengatakan, partainya membuka peluang kerja sama dengan partai yang bergabung di koalisi Indonesia maju (KIM) plus untuk bersama mengusung calon kepala daerah di Pilkada DKI Jakarta 2024.
Partai di KIM plus adalah Partai Gerindra, Partai Golkar, PKS, Partai NasDem, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Garuda, Partai Gelora, Partai Perindo, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
"Sangat membuka untuk gotong royong bersama. Untuk rakyat Jakarta," kata Deddy kepada media di kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Selasa 20 Agustus 2024 malam usai putusan Mahkamah Konstitusi yang menganulir syarat dukungan calon kepala daerah.
Baca Juga: Pilkada Jakarta, Ridwan Kamil tentang Para Gubernur Sebelumnya: Hal yang Baik-baik Kami Pertahankan
Apabila tidak ada partai yang dapat diajak bekerja sama, katanya, PDI Perjuangan siap mengusung calon kepala daerahnya sendirian.
"Kami akan berkoalisi dengan rakyat, karena rakyat Jakarta ingin demokrasi ini dijaga dan diberikan menu untuk memilih pilihan lebih dari satu," ujarnya.
Deddy juga menilai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 terkait gugatan terhadap UU Pilkada memungkinkan lebih banyak partai politik mengajukan calon sendiri.
Dia memastikan partainya akan mengusung calon kepala daerah di Pilkada Jakarta 2024.
Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas (threshold) pencalonan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.
Lewat putusan ini, MK menyatakan partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPRD bisa mencalonkan pasangan calon. Penghitungan syarat untuk mengusulkan pasangan calon melalui partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu hanya didasarkan pada hasil perolehan suara sah dalam pemilu di daerah yang bersangkutan.
“Amar putusan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan untuk perkara yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa.
Dalam perkara ini, Partai Buruh diwakili Said Iqbal selaku Presiden dan Ferri Nurzali selaku Sekretaris Jenderal. Sementara itu, Partai Gelora diwakili Muhammad Anis Matta selaku Ketua Umum dan Mahfuz Sidik selaku Sekretaris Jenderal.
Lebih lanjut, MK mengatur bahwa partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Baca Juga: Pilkada Jakarta 2024: Ridwan Kamil-Suswono Hadir Setelah Prabowo Dengar Harapan Warga
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut.
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai dengan 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di provinsi tersebut.
Baca Juga: Pilkada Jakarta 2024: Tokoh Pemuda Bugis Makassar Zainal Dante Ajak Warga Tidak Golput
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai dengan 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di provinsi tersebut.
d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di provinsi tersebut.
Pada perkara ini, Partai Buruh dan Partai Gelora mempersoalkan konstitusionalitas Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan bahwa Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.
“Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 menghendaki pemilihan kepala daerah yang demokratis tersebut salah satunya dengan membuka peluang kepada semua partai politik peserta pemilu yang memiliki suara sah dalam pemilu untuk mengajukan bakal calon kepala daerah agar masyarakat dapat memperoleh ketersediaan beragam bakal calon, sehingga dapat meminimalkan munculnya hanya calon tunggal, yang jika dibiarkan berlakunya norma Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 secara terus menerus dapat mengancam proses demokrasi yang sehat,” kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih membacakan pertimbangan hukum.
Karena keberadaan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada merupakan tindak lanjut dari Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada, maka MK menyatakan harus juga menilai konstitusionalitas yang utuh terhadap Pasal 40 ayat (1) tersebut.
MK mempertimbangkan, pengaturan ambang batas perolehan suara sah partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusulkan pasangan calon kepala daerah tidak rasional jika syarat pengusulannya lebih besar dari pada pengusulan pasangan calon melalui jalur perseorangan.
“Oleh karena itu, syarat persentase partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu untuk dapat mengusulkan pasangan calon harus pula diselaraskan dengan syarat persentase dukungan calon perseorangan. Sebab, mempertahankan persentase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 Ayat (1) UU 10/2016 sama artinya dengan memberlakukan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi bagi semua partai politik peserta pemilu,” kata Enny.
Dengan demikian, MK memutuskan, Pasal 40 Ayat (1) UU Pilkada harus pula dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai sebagaimana yang telah dijabarkan di atas. ***