Dirjen Imigrasi Silmy Karim Ancam Deportasi 103 Warga Taiwan di Bali Atas Kejahatan Siber
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Sabtu, 29 Juni 2024 02:33 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Silmy Karim mengancam mendeportasi 103 warga negara asing (WNA) yang ditangkap dalam operasi Bali Becik, Rabu, 26 Juni 2024, atas dugaan keterlibatan dalam kejahatan siber.
"Dan bisa kita deportasi. Di Undang-undang (UU) bisa kita melakukan itu. Kita dasarnya UU. Kita tunggu saja sebulan ini berapa kita bisa operasi," ujar Silmy Karim dalam konferensi pers di kawasan Pakubuwono, Jakarta, Jumat, 28 Juni 2024.
Menurut Silmy Karim, ancaman ini disampaikan, karena Imigrasi ingin memastikan bahwa WNA yang masuk ke Bali merupakan wisatawan yang berkualitas baik atau good quality traveler.
Baca Juga: Kemenkumham Siapkan Proses Deportasi Warga Bangladesh di Penampungan Rohingya di Aceh
Dia mengaku selama ini terus mendapat masukan masyarakat terkait wisatawan asing yang meresahkan.
Adapun Imigrasi masih mendalami motif kejahatan yang diduga dilakukan oleh 103 WNA tersebut.
"Ini biasanya di Indonesia itu kaitan dengan scam. Online scammer. Kita lagi dalami. Biasanya penipuan secara siber. Itu dari yang 103," katanya.
Baca Juga: Sakit dan Krisis Keuangan, Imigrasi Bali Deportasi Warga Belgia
Selain itu, Silmy mengingatkan kepada wisatawan asing yang masuk ke Indonesia untuk mengikuti aturan yang berlaku.
Apalagi, berdasarkan data jumlah wisatawan asing yang masuk Indonesia naik 30 persen terhitung hingga Mei 2024.
"Bandingkan 1 Januari 1 Mei 2023. Itu naik 30 persen. Artinya memang makin banyak minat, apa karena tourism atau bisnis. Itu meningkat. Dan kita tunjukkan kita ada aturan main," kata Silmy.
Baca Juga: Imigrasi Bali Deportasi Warga Negara Amerika Serikat Sedang Mengemis di Ubud
Sebelumnya, Jumat, Direktorat Jenderal Imigrasi mengungkapkan sebanyak 103 warga Taiwan yang tertangkap dalam operasi keimigrasian “Bali Becik” pada Rabu terlibat penipuan daring dengan target korbannya di luar negeri salah satunya Malaysia.