DECEMBER 9, 2022
Internasional

Satrio Arismunandar: Kuliah di AS Sulit Dibikin Gratis Karena Filosofi dan Kebijakan Ekonomi Pasar Bebas

image
Satrio Arismunandar (Foto: koleksi pribadi)

ORBITINDONESIA.COM – Uang kuliah di universitas-universitas Amerika Serikat sulit dibuat gratis antara lain karena adanya filosofi dan kebijakan ekonomi pasar bebas. Hal itu dikatakan Sekjen SATUPENA, Satrio Arismunandar.

Satrio Arismunandar menanggapi diskusi tentang UKT (uang kuliah tunggal) dan nasib pendidikan kita. Diskusi daring di Jakarta, Kamis malam, 30 Mei 2024 itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai penulis senior Denny JA.

Diskusi yang dikomentari Satrio Arismunandar itu menghadirkan nara sumber Prof. Widodo, Rektor Universitas Brawijaya Malang. Diskusi itu dipandu oleh Anick HT dan Amelia Fitriani.

Baca Juga: Stafsus Presiden Billy Mambrasar Tampung Aspirasi Mahasiswa tentang UKT di Kuliah Umum ITB Bandung

Satrio menuturkan, ia mengambil contoh tinggi pendidikan di AS sebagai perbandingan dengan Indonesia. “Seperti di Indonesia, di Amerika juga ada yang ingin kuliah di universitas dibikin gratis,” katanya.

Namun, kata Satrio, Pemerintah AS tidak memberikan subsidi penuh untuk pendidikan tinggi sehingga mahasiswa bisa kuliah secara gratis, karena beberapa alasan kompleks yang melibatkan aspek ekonomi, politik, dan sosial.

“Pertama, AS memiliki sejarah panjang dengan filosofi ekonomi pasar bebas, di mana banyak sektor, termasuk pendidikan, diharapkan untuk sebagian besar dikelola oleh pasar dan individu, bukan pemerintah,” ujar mantan dosen FISIP UI ini.

Baca Juga: Puan Maharani: Rakernas Memberi Tugas kepada Fraksi PDI Perjuangan Desak Pemerintah Turunkan Uang Kuliah Tunggal

“Kedua, ada pandangan bahwa peran pemerintah dalam ekonomi harus dibatasi dan bahwa pengeluaran publik yang besar –termasuk untuk pendidikan tinggi-- dapat mengganggu efisiensi pasar,” lanjut Satrio.

Selain itu, ungkap Satrio, pemerintah federal dan negara bagian memiliki anggaran terbatas yang harus dibagi untuk berbagai kebutuhan publik lainnya seperti kesehatan, keamanan, infrastruktur, dan kesejahteraan sosial.

“Pendidikan tinggi sering kali bersaing berebut anggaran dengan kebutuhan lain, yang dianggap lebih mendesak oleh pemerintah atau konstituen,” jelas Satrio.

Baca Juga: Kenaikan Uang Kuliah Tunggal Tahun Ini Dibatalkan, Presiden Jokowi: Tahun Depan Mungkin Naik

Yang tak boleh dilupakan, kata Satrio, kebijakan pendidikan tinggi di AS sering dipengaruhi oleh berbagai kepentingan. Termasuk lobi dari institusi pendidikan, sektor swasta, dan kelompok kepentingan lainnya, yang mungkin menentang subsidi penuh karena berbagai alasan.

Juga, ujar Satrio, ada perbedaan pandangan yang signifikan di antara partai politik mengenai peran pemerintah dalam pendidikan tinggi.

“Partai yang lebih konservatif biasanya menentang pengeluaran publik yang besar, termasuk subsidi pendidikan tinggi, sedangkan partai yang lebih liberal cenderung mendukungnya,” tutur Satrio.

Baca Juga: Satupena Akan Hadirkan Rektor Universitas Brawijaya Malang Widodo, Diskusikan UKT dan Nasib Pendidikan Kita

Ditambahkan Satrio, meskipun ada banyak argumen yang mendukung subsidi penuh untuk pendidikan tinggi, pelaksanaan kebijakan ini di AS melibatkan pertimbangan yang kompleks dan berbagai hambatan yang perlu diatasi.

“Dialog dan upaya untuk menemukan solusi yang seimbang saat ini terus berlanjut di tingkat federal dan negara bagian,” ujar Satrio. ***

 

Berita Terkait