Guru Besar Unand, Elfindri: Nilai Ekonomi Kebudayaan
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Minggu, 12 Mei 2024 03:54 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Pada pertemuan internasional tentang kebudayaan yang diselenggarakan di Padang, minggu kedua Mei 2024, membuat saya banyak belajar. Delegasi dari Mesir, Amerika Serikat, Vietnam, India, Banglades dan Indonesia membuat pertemuan itu memiliki nilai yang bagus dan perlu terus diupayakan.
Saya diberi kesempatan sebagai pembicara di BI tentang literasi ekonomi dan dikaitkan dengan budaya bersama Aminur Rahman dari Banglades. Saya menyampaikan, begitu pentingnya membahasakan ekonomi sesuai dengan konteks dan sasaran siapa yang perlu mengetahuinya.
Saya menyarankan agar local champion akan lebih memahami dan mudah menyampaikan pesan ke target kelompok maupun individu. Aminur Rahman juga senada menyatakan bahwa literasi keuangan juga perlu disampaikan sesuai dengan kadar budaya di mana kita ingin memberikan pesan.
Saya memandang kajian kebudayaan tetap perlu diteruskan, baik oleh BRIN maupun peneliti kebudayaan di universitas-universitas.
Namun perlu digarisbawahi bahwa penelusuran "kebudayaan" tidak hanya sebatas naskah, pakaian, benda kuno, sejarah dan visualisasi kejadian serta interpretasi. Kemudian di ujungnya melahirkan buku, atau artikel.
Namun yang lebih penting ditindaklanjuti, bagaimana temuan-temuan kebudayaan itu mudah dipahami oleh generasi berikutnya. Ini merupakan sebuah upaya penting yang perlu kita lakukan bersama.
Betapa terbatasnya kemampuan kita mengemas artefak, budaya pakaian, kuliner, serta sejarah perang, fungsi sosial budaya, dijadikan sedemikian rupa sehingga belum dapat dijadikan nilai ekonomis yang tinggi.
Pandangan ini saya sampaikan mengingat riset kebudayaan masih belum dikemas sesuai dengan kekinian, terintegrasi dan memberikan value added yang tinggi.
Betapa ini begitu matang dikemas seperti di Turki, misalnya, artefak uang kuno saja mereka kemas dan teliti sesuai dengan waktunya, dan hasilnya menjadi cerita bagi pengunjung di musium raja-raja.
Peperangan Al Ayubbi di Istanbul, Turki, misalnya mampu mereka kemas dengan video singkat, dan pengunjung menikmati kemasan itu baik di musium-musium maupun di bioskop-bioskop.