DECEMBER 9, 2022
Kolom

Made Supriatma: Rezim Scopus

image
Ilustrasi jurnal Scopus (Foto: IFERP)

Hal itu masih harus diselidiki. Dan, yang membuat miris adalah bahwa kelakukan sang profesor ini membuat nama baiknya sendiri, institusinya, dan komunitas akademik Indonesia tercemar. 

Kemudian muncul pertanyaan: Adakah ini hanya tindakan seorang profesor muda yang ingin menggapai sebanyak mungkin kesempatan selagi masih bisa? 

Beberapa kawan saya berkomentar bahwa fenomena ini tidak berdiri sendiri. Ia hanya pucuk gunung es dari kondisi struktural komunitas akademik Indonesia. 

Baca Juga: Profil Guru Besar UGM Profesor Samekto Wibowo yang Tewas Tergulung Ombak di Pantai Pulang Sawal

Ada kawan yang menunjuk pada rejim Scopus, yakni sistem indeksasi yang dipakai untuk menentukan kualifikasi seseorang. Sistem ini membuat para akademisi berlomba-loma mengumpulkan skor agar bisa menjadi guru besar -- dengan tunjangan yang lebih besar. Banyak orang mencari jalan pintas agar bisa naik pangkat. 

Fenomena ini berjalan beriringan dengan perubahan orientasi universitas menjadi "pasar." Universitas tidak lagi menjadi pusat berpikir -- dengan segala macam ekstase-nya -- melainkan menjadi tempat mencetak orang dengan gelar. Dan kita melihat inflasi gelar dimana-mana, yang diganjar dengan prestise dan uang. 

Sang profesor muda ini, yang lulus dari pusat-pusat edukasi terbaik di Indonesia dan bahkan dunia, jika terbukti benar, telah sanggup berbuat hal yang sangat tercela dalam dunia akademik. 

Baca Juga: Tersandung Isu Pelecehan Seksual, Inilah Profil Bupati Gorontalo Nelson Pomalingo, Punya Gelar Profesor!

Hal ini membuat saya berpikir, bagaimana dengan para akademik yang lulus dari universitas-universitas medioker? Bagaimana dengan mereka yang sama sekali tidak punya pengalaman internasional atau pun tidak punya pengalaman bergaul dalam komunitas akademik internasional? 

Ada banyak hal yang salah dimengerti dalam dunia akademik kita. Saat ini, seolah-olah dunia akademik adalah sebuah cara untuk menjadi aristokrat modern. Semua orang harus menjadi doktor dan profesor hanya karena snobisme.

Yang tidak dimengerti adalah jalan untuk menjadi doktor itu adalah cara "magang" untuk menjadi guru (profesor). Orang harus mengajar, mengoreksi paper, dan menerbitkan karangan di jurnal untuk menjadi doktor. 

Baca Juga: Mengerikan Dampak Polusi Udara Bisa Tingkatkan Serangan Jantung 4,5 Persen, Simak Penjelasan Menurut Profesor

Nah, sang profesor kita ini, tentu mengalami itu semua. Namun mengapa ia bertingkah seperti yang dia lakukan? Saya tidak yakin ini hanya keserakahan pribadi.

Halaman:
1
2
3
Sumber: Akun FB Made Supriatma

Berita Terkait