Hendrajit: Pesan Terakhir Franz Kafka pada Sahabatnya Max Brod Tentang Pemusnahan Buku Karyanya
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Selasa, 09 April 2024 11:03 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Membaca karya sastra Franz Kafka, sebenarnya asyik juga sih. Cuma serasa seseorang berbicara di depan saya, namun seolah-olah saya tidak ada di situ.
Franz Kafka punya kawan dekat namanya Max Brod, yang dalam catatan harian Kafka sering disebut-sebut. Saat Kafka merasa ajal sudah mulai dekat, dia berwasiat kepada Max supaya buku-buku karyanya maupun segala hal yang pernah dia tuliis, supaya dimusnahkan.
Begini surat Franz Kafka pada Max Brod saat ajal menjelang:
Baca Juga: Kisah Franz Kafka dengan Gadis yang Kehilangan Boneka
"Max yang terhormat, harapanku yang terakhir: Semua karya yang aku tinggalkan (termasuk yang ada di lemari buku, lemari pakaian, meja tulis, di rumah dan di kantor, atau di mana pun berada yang kamu rasa perlu), pada buku-buku harian, manuskrip-manuskrip, surat-surat, sketsa-sketsa gambar yang aneh maupun yang layak dan sebagainya yang kamu temukan, tak perlu dibaca dan jangan disisakan untuk dibakar. Sebab itu semua karya tulis maupun sketsa-sketsa gambar yang ada di tempatmu atau orang lain dengan namaku. Surat-surat yang masih terdapat di orang yang tidak mau memberikan kepadamu, paling tidak ia diwajibkan membakarnya sendiri.
Sahabatmu Franz Kafka.
Begitu meninggal dunia, Max Brod membangkang wasiat Kafka. Justru ia mulai mengedit dan menyortirnya, lalu mengirimkan karya-karya fiksi Kafka, yang tentu saja Max sendiri belum tahu punya nilai sastra atau tidak.
Baca Juga: Perkumpulan Penulis Satupena Hadirkan Pegiat HAM Usman Hamid, Membahas Demokrasi di Indonesia
Dan ternyata sambutan penerbit dan publik positif. Bahkan kelak Kafka dianggap pelopor prosa modern abad 20.
Bayangkan, seandainya Max Brod patuh begitu saja terhadap wasiat Kafka. Mungkin sastrawan kelahiran Juli 1883 dan wafat Juni 1924, tak seorang pun tahu siapakah gerangan Kafka yang pria asli Cheko namun bertumbuh di Jerman dan berakhir hayatnya di Austria itu.
Hikmah dari kisah ini justru menyengatkan jiwa saya pada Max Brod, yang mengingatkan saya pada sebuah hadis. “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni.
Baca Juga: Denny JA Gagas Buku tentang Pilpres 2024 di Mata Penulis SATUPENA
Pembangkangan Max terhadap wasiat teman karibnya, telah mengabadikan reputasi Kafka sepanjang masa, melampaui masa hidupnya di dunia yang relatif cukup singkat, 41 tahun.
Bagaimana dengan takdir hidup Max Brod sendiri lepas dari persahabatannya yang indah dengan Kafka? Max yang lahir 27 Mei 1884, baru wafat pada 20 Desember 1968, dalam usia 84 tahun.
Meski Max ada minat sama seperti Kafka dalam penulisan fiksi, namun bakat khususnya adalah sebagai editor alias penyunting buku. Adalah Max Brod juga yang kemudian menerbitkan biografi riwayat hidup Kafka.
Baca Juga: Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA yang Dipimpin Denny JA Bangun Ruang Baca untuk Anak
Sepertinya Max Brod memang ditakdirkan jadi wasilah meroketnya reputasi Kafka sebagai sastrawan klas dunia dikenal orang, dan dapat pengakuan internasional. Justru saat yang bersangkutan telah tiada.
Karya-karya Kafka tidak banyak, antara lain; Meditasi (Betrachtung), Keputusan (Das Urteil), Juru Api (Der Heizer), Metamorfosis (Die Verwandlung), Di Koloni Hukuman (In der Strafkolonie), Dokter Desa (Landarzt). Total ada sekitar 7 buku dan beberapa novelnya.
Jika membaca karya-karya sastra Kafka, seperti saya singgung di awal tadi, memang seperti berbincang dengan seseorang yang ada di depan kita, tapi seperti dirinya sedang ada di dunianya sendiri.
Menurut beberapa kritikus sastra, itu bagian dari ciri khas karya Kafka. Melalui karyanya, seakan dirinya menemukan sebuah dunia baru. Dan dari situlah karya itu meluncur begitu saja lewat penanya.
Tak heran jika dalam salah satu noveletnya berjudul “Keputusan“ (Das Urteil) ,ditulis dengan sekali duduk di malam hari di dalam kereta api. Ia menuliskannya tanpa persiapan dan tanpa koreksi setelahnya. Sebab itu karyanya jarang. Sejak itu, Ia istirahat lama beberapa tahun. Barulah lahir lagi karya karya selanjutnya.
Maka itu saya tidak setuju pada padangan bahwa produktif tidaknya seseorang penulis, baik fiksi atau nonfiksi, ditentukan berapa banyak karya-karyanya diterbitkan.
Baca Juga: Chelsea Ennen: Tips dan Saran Bagaimana Memulai Karir Penulisan Lepas Anda
Konsistensi Kafka dalam melahirkan dunia baru lewat karyanya, itulah produktifitasnya yang sejati, sekaligus benangmerah seluruh karyanya. Meski karyanya yang diterbitkan hanya 7 buah.
(Oleh: Hendrajit, penulis dan pengamat geopolitik). ***