Tjandra Yoga Aditama: WHO Terbitkan Informasi Cepat tentang Obat Pencegah TBC
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Minggu, 18 Februari 2024 04:35 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menerbitkan Rapid Communication atau informasi cepat tentang obat pencegah Tuberkulosis atau TBC, dalam upaya menekan laju kasus secara global.
Informasi itu disampaikan mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Profesor Tjandra Yoga Aditama melalui pesan singkat di Jakarta, Minggu, 18 Februari 2024.
"Ini suatu aspek yang menarik, karena biasanya kita hanya bicara tentang mengobati yang sudah jatuh sakit, tetapi kembali ditegaskan bahwa ada obat untuk mencegah Tuberkulosis," kata Tjandra Yoga Aditama tentang langkah WHO.
Baca Juga: Ganjar Live TikTok, Tanya Kesehatan Mental Kepada Anak Muda
Tjandra yang juga Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) mengatakan, publikasi yang terbit pada 14 Februari 2024 itu mencantumkan lima hal terkait obat pencegah TBC.
Pertama, sekitar seperempat penduduk dunia sudah pernah terinfeksi kuman TBC, namun mereka belum tentu akan jatuh sakit, baik karena fenomena bakteri TBC yang bersifat dorman atau karena daya tahan tubuh yang lebih kuat.
"Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sekitar 5--10 persen dari masyarakat yang terinfeksi TBC dapat jatuh sakit, dan utamanya penyakit akan muncul pada dua sampai lima tahun sesudah infeksi awal," katanya.
Baca Juga: Harus Waspada, Jerawat dan Bercak Merah Melebar Gara-gara Terpapar Produk Kesehatan Ilegal
Kedua, kata Tjandra, WHO secara jelas menyebutkan bukti ilmiah menunjukkan bahwa obat pencegah TBC (TB preventive treatment/TPT) pada mereka yang risiko tinggi akan secara progresif menurunkan risiko untuk penyakit TBC.
"Pada September 2023 di pertemuan dunia UN High Level Meeting on Tuberculosis disepakati komitmen untuk meningkatkan pengobatan pencegatan TBC sampai ke 45 juta orang. Indonesia harus jadi bagian dari pencapaian angka dunia ini, sementara cakupan kita saat ini masihlah rendah," katanya.
Hal ketiga dalam publikasi itu disebutkan bahwa WHO merekomendasikan penggunaan obat levofloxacin selama 6 bulan, khusus untuk pengobatan pencegahan TBC untuk mereka yang kontak dengan pasien TBC dengan resistensi berganda atau resistensi rifampisin (MDR/RR-TB).
"Ini sejalan dengan hasil penelitian terbaru dari Afrika Selatan dan Vietnam. Tentu akan bagus kalau di masa datang hasil penelitian Indonesia juga akan dapat jadi acuan dunia juga," katanya.