DECEMBER 9, 2022
Nasional

Inilah Alasan Quick Count Satu Putaran Saja Layak Dipercaya Menurut Denny JA

image
(OrbitIndonesia/kiriman Denny JA)

ORBITINDONESIA.COM - Sama. Hasilnya sama di semua lembaga quick count. Prabowo Gibran menang satu putaran saja dengan kisaran angka 57 persen sampai 59 persen.

Mengapa quick count layak kita percaya? Apa argumennya? Apa datanya? Apa perspektifnya?

Kita mulai dulu dengan sejarah 15 tahun yang lalu. Undang-undang Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilu awalnya melarang quick count diumumkan di hari pemungutan suara Pilpres. Quick count hanya boleh diumumkan paling cepat sehari setelahnya.

Baca Juga: Narasi Satu Putaran Saja Oleh Denny JA Untuk Kemenangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 Mendekati Kenyataan

Saya menggugat Undang-undang itu ke Mahkamah Konstitusi. Waktu itu saya, selaku Ketua Umum AROPI. Ini asosiasi riset opini publik, asosiasi lembaga survei pertama dan paling awal di Indonesia. Saya mendirikannya dan menjadi ketua umum dua periode.

Di hadapan Hakim Mahkamah Konstitusi, Mafud MD sebagai ketua, saya katakana; "Pak Hakim yang terhormat, bagaimana kita menjelaskannya?”

“Di luar negeri, hari Pemilu itu adalah hari raya bagi peneliti. Berdasarkan riset berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi, mereka mengumumkan siapa pemenang pemilu, siapa presiden terpilih, di hari itu juga.

Baca Juga: Denny JA: Kemenangan Prabowo-Gibran Berpijak dari Tiga Gagasan Penting

Publik luas menikmati informasi hasil Pemilu yang lebih cepat, dibandingkan menunggu hasil resmi.”

“Warga negara, politisi, media, pengusaha, dunia internasional merasakan berkah dari pengumuman pemenang pilpres di hari itu juga.”

“Lalu mengapa kita di Indonesia, para peneliti, jika mengerjakan hal yang sama, publikasi quick count di hari pemungutan suara, para peneliti itu malah terkena pidana? Kita bahkan dipenjara.” 

Baca Juga: Inilah Alasan Prabowo dan Gibran Bisa Menang Telak Satu Putaran Saja Tanpa Kecurangan Massif Menurut Denny JA

Saya tegaskan: “Undang-undang yang melarang pengumuman quick count di hari pencoblosan itu melanggar hak publik untuk tahu. Ia juga melanggar kebebasan akademis.”

Halaman:
1
2
3
4

Berita Terkait