Pakar Hukum Fahri Bachmid: Meski Ada Sanksi DKPP, Status Pendaftaran Prabowo-Gibran Tetap Sah
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Selasa, 06 Februari 2024 08:30 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Pakar Hukum Tata Negara, Fahri Bachmid berpendapat, sanksi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indomesia (DKPP) kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari tidak akan berdampak apapun kepada Prabowo-Gibran.
Konsekuensi dari pandangan Fahri Bachmid, pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tetap bisa mengikuti proses Pipres berikutnya.
"Tidak mempunyai implikasi konstitusional serta hukum apapun terhadap pasangan calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto Gibran dan Rakabuming Raka," tegas Fahri Bachmid.
Baca Juga: Ketua DKPP Sebut Gaji Penyelenggara Pemilu Kecil: Tapi Nasib Bangsa Negara di Tangan Kalian
"Eksistensi sebagai legal subject Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden adalah konstitusional serta legitimate," kata Fahri dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Senin, 5 Februari 2024.
Fahri menerangkan, dalam membaca putusan DKPP ini harus dilihat pada dua konteks yang berbeda.
Yaitu, pertama status konstitusional KPU sebagai subjek hukum, yang diwajibkan untuk melaksanakan perintah pengadilan, yaitu Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 dalam pencalonan peserta pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024
Sedangkan yang kedua adalah bahwa dalam melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi "a quo," tindakan KPU dianggap tidak sesuai dengan tata kelola administrasi tahapan pemilu, sehingga berkonsekuensi terjadi pelanggaran etik.
Fahri berpendapat, dalam pertimbangan yuridis putusan DKPP mengatakan bahwa dalam melaksanakan putusan MK, tindakan KPU selaku teradu tidak sejalan dengan tata kelola administrasi tahapan pemilu.
"Artinya KPU seharusnya segera menyusun rancangan perubahan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sebagai tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023," ujar Fahri.
Baca Juga: KPU RI: Puluhan Pemantau Pemilu Asing akan Datangi TPS Pada Hari Pemungutan Suara 14 Februari 2024
"Tetapi pada hakikatnya itu merupakan ranah etik, yang tentunya dapat dinilai secara etik sesuai Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu," lanjut Fahri.
Sebelumnya, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memvonis Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari dan enam anggota lainnya melanggar kode etik dalam menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden Pemilu 2024.
Hasyim Asy'ari dijatuhi sanksi berupa peringatan keras terakhir. Selain Hasyim, anggota KPU RI lainnya, yakni Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Idham Holik, dan M Afifuddin, juga dijatuhi sanksi peringatan.
Baca Juga: Tak Sesuai Jadwal KPU, Bawaslu Surabaya Sempat Hentikan Konser Relawan Prabowo-Gibran
Ketua DKPP Heddy Lugito mengatakan, pelanggaran kode etik Ketua KPU beserta komisioner lainnya tidak memengaruhi pada pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden Pilpres 2024.
Menurutnya, vonis yang telah diputuskannya tersebut terhadap Hasyim Asy'ari dkk, itu murni soal kode etik. Sehingga menurutnya hal tersebut tidak ada kaitannya dengan status Gibran yang kini menjadi peserta pemilu.
"Nggak ada kaitannya dengan pencalonan juga, ini murni soal etik, murni soal etik penyelenggara pemilu," kata Heddy saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.
Dia mengatakan keputusan atau vonis dari DKPP itu tidak bersifat akumulatif, sehingga perkara pengaduan Ketua KPU itu berbeda dengan perkara pengaduan yang lainnya. Menurutnya putusan itu pun tidak membatalkan pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden.
"Tidak ada putusan akumulatif di DKPP, perkaranya beda. Yang dulu yang soal pengaduan lain ya berbeda, itu aja," tuturnya.
Hasyim bersama enam anggota lain KPU RI diadukan oleh Demas Brian Wicaksono dengan perkara Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, Iman Munandar B. (Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023). ***