Salamuddin Daeng: Kemunduran Barat Tak Bisa Ditunda, Indonesia Maju Sulit Dihentikan
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Sabtu, 20 Januari 2024 01:05 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Kita memang tidak menghendaki agar Eropa dan Amerika Mundur, lalu di atas kemunduran mereka Indonesia maju, bukan itu! Kita tetap menghendaki semua bangsa di dunia mengalami kemajuan bersama, mengatasi masalah dunia bersama, berlomba lomba bagi kekbaikan. Fastabiqul khairat.
Namun masalah dunia kali ini secara alami telah memberi tekanan lebih besar kepada Amerika dan Eropa sementara pada saat yang sama memberi peluang yang sangat besar kepada Indonesia untuk bangsa Indonesia sendiri dan bangsa lain di dunia.
Itulah mengapa banyak media internasional belakangan ini menyoroti peluang Indonesia menjadi super power baru, dan diproyeksikan menjadi ekonomi ke 6-5 besar dunia pada tahun 2028, satu tingkat di atas Rusia.
Setidaknya 3 (tiga) masalah utama yang menjadi tekanan bagi negara negara maju saat ini yang dapat membuat mereka tepukul keras.
(1) aset dan kekayaan mereka yang tadinya bernilai sangat besar, sekarang malah menjadi beban yang harus mereka musnahkan.
(2) uang kotor mereka sekarang telah menjadi masalah bagi ekonomi dunia dan harus mereka bersihkan, uang hasil penggelapan pajak, pencucian uang, berbagai bisnis kotor, illegal ekonomi selama berpuluh puluh bahkan beratus tahun sekarang mereka harus transparansikan.
(3) teknologi yang selama ini sangat bernilai, sekarang harus dimusnahkan karena telah menjadi beban besar bagi lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan.
Mengapa bisa terjadi demikian? Ini adalah konsekuensi besar dari tekanan transisi energi, gelombang digitalsasi dan pergeseran sistem moneter yang dgerakkan melalui transparansi keuangan. Sehingga menghasilkan pukulan bertubi tubi pada ekonomi Eropa dan Amerika.
Pertama, tekanan yang sangat besar dalam masalah penurunan emisi mengakibatkan aset aset di bidang energi dan induatri harus dimusnahkan dengan batas waktu 2030 dan nol emisi pada tahun 2050.
Hal ini memaksa Eropa dan Amerika keluar uang banyak untuk membayar karbon kepada negara negara berkembang salah satunya Indonesia.
Kedua, uang kotor yang tersimpan dalam rekening rekening rahasia hasil kejahatan keuangan selama berpuluh tahun harus mereka kembalikan kepada negara negara yang dulunya menjadi obyek ekonomi ilegal.
Panama papers dan Pandora papers telah mempublikasikan setidaknya ada 30 triliun dolar uang kotor yang hasil ekonomi back office yang harus dibersihkan dalam menata keseimbangan keuangan global yang baru.
Ketiga, teknologi yang selama ini menjadi sangat bernilai dan alat untuk eksploitasi ekonomi dan sumber daya alam sekarang nilainya sudah nol atau tidak bernilai.
Teknologi yang mereka kembangkan selama ini ternyata merusak, menjadi masalah besar bagi pembangunan berkelanjutan. Teknologi mereka tidak ramah manusia dan tidak ramah lingkungan.
Karena artikel ini berpotensi terlalu panjang maka yang paling penting saya sampaikan adalah inilah saat lingkungan hidup memiliki supremasi atas aset atau kekayaan dan sumber daya alam memiliki supremasi atas teknologi, serta uang kotor akan menjadi kertas yang tidak bernilai jika tidak ditransparasikan, diadili pelakunya dan dikembalikan kepada pemiliknya.
Buahnya adalah akan menjadikan Indonesia sebagai pemegang kunci dalam diplomasi global, dalam penataan ulang sistem keuangan baru, penataan ulang sumber daya alam, dan penataan lingkungan hidup bagi pembangunan berkelanjutan melalui hilirisasi sumber daya alam, hilirisasi digital, dan pembangunan pertanian dan pangan yang inklusif dan berdaulat.
Masalahnya apakah Barat akan membiarkan ini? Tentu saja tidak!
Ingat bahwa diplomasi negara Barat akan mulus dan sukses jika Indonesia berpecah belah, polarisasi akan menjadi pintu masuk dan inilah yang tengah dimainkan dalam gendang pemilu 2024.
Politik provokasi, pecah belah, distorsi dan manipulasi informasi. Eling lan wospodo.
(Oleh: Salamuddin Daeng, pengamat ekonomi dan politik) ***