Hendrajit: Perempuan Batu, Novel Karya Tariq Ali yang Memikat
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Sabtu, 13 Januari 2024 14:27 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Tariq Ali, wartawan senior Pakistan, dan penulis tetap New Left Review, setidaknya pernah nulis dua novel cukup bagus dan memikat. Sholahudin al Ayubi, dan Perempuan Batu.
Kali ini saya cuma mau ulas sedikit novel Perempuan Batu. Sholahudin saya ulas lain kali.
Perempuan Batu, mengambil setting Turki pada masa Kekhalifahan Utsmani pada 1899, ketika Turki pada masa kekuasaan Sultan Hamid II sedang mengalami masa jelang keruntuhannya.
Menariknya novel karya Tariq Ali ini, suasana kebatinan masyarakat Turki berhasil dipotret secara tajam lewat sudut pandang yang unik, yaitu lewat Keluarga Besar Iskander Pasha, mantan pejabat tinggi dan orang kepercayaan Sultan.
Melalui Putra putri Iskander Pasha, yang bergelut di berbagai ragam profesi, maupun para anggota keluarga yang bekerja untuk keluarga besar Iskander Pasha, sang pengarang berhasil memotret gejolak batin dan kegalauan berbagai elemen masyarakat Turki menjelang meletusnya Perang Dunia I 1914-1918. Yang mana empat tahun setelah PD I, kekhalifahan Utsmani runtuh, dan berubah jadi republik.
Melalui gejolak batin putra putri Iskander Pasha yang mewakili sudut pandang beberapa elemen masyarakat Turki seperti militer, pengusaha, guru dan seniman-budayawan, ada keyakinan kuat bahwa keruntuhan kekhalifan hanya perkara waktu.
Masalah yang menggelisahkan era itu adalah, ketika kekhalifatan runtuh, kekuatan baru apa yang akan muncul sebagai kekuatan baru.
Salah satu putra Iskander Pasha adalah seorang jenderal angkatan darat yang Turki yang tergabung dalam gerakan para perwira pembaharu yang dikenal dengan sebutan The Young Turk.
Putra Iskander lainnya yang jadi pengusaha, atau menantunya yang kebetukan warga Turki dari etnik Yunani, secara pas menggambarkan ketidakpedulian pada umumnya kaum kelas menengah Turki pada waktu itu.
Mehmed, kakak kandung Iskander, yang tentunya berasal dari satu generasi tua produk abad ke-19 yang sama, mewakili gambaran kelas menengah terpelajar Turki yang galau, antara kagum dan takjub pada perkembangan pesat modernisasi Eropa yang sekuler.