Andre Vincent Wenas: Perbincangan Mengenai Politik Dinasti dan Dinasti Politik Serta Perimbangan Kekuasaan
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Minggu, 15 Oktober 2023 13:23 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Secara singkat dan sederhana saja, pengertian Politik Dinasti adalah “memainkan” politik (pengambilan kebijakan) dengan memanfaatkan hubungan kekeluargaan. Adapun Dinasti Politik adalah keluarga yang banyak anggota keluarganya mengabdikan diri dalam kegiatan politik.
Contoh di level presiden adalah Keluarga Kennedy di Amerika Serikat, Keluarga Suharto dan Jokowi di Indonesia, Keluarga Marcos di Filipina, Keluarga Nehru di India, Keluarga Lee Kuan Yew di Singapura.
Di level partai politik, lebih banyak lagi. Di dunia korporasi, jangan ditanya lagi. Kalau di negara-negara monarki? Lha masak mau ditanya juga soal politik dinasti atau dinasti politik di negara monarki? Bisa-bisa kepala kita berpisah dengan badan.
Baca Juga: Di Tengah Tantangan Ekonomi Global, BRI Optimistis Ruang Pertumbuhan Kredit Masih Besar
Semua politisi pasti memanfaatkan semua jejaringnya untuk meraih kekuasaan. Kekuasaan yang bakal dipakainya untuk menjalankan program-programnya demi menyejahterakan rakyat banyak. Bonum-commune atau bonum-publicum, itu idealnya.
Jadi apa pokok keprihatinan terhadap para pemegang kekuasaan ini? Abuse of power, penyalahgunaan kekuasaan.
Yang jadi persoalan adalah penyalahgunaan kekuasaan itu. Sedangkan politik dinasti dan dinasti politik adalah realitas politik biasa saja.
Mulanya dipahami bersama bahwa kekuasaan diberikan (dimandatkan) oleh sang pemilik kekuasaan (rakyat) kepada administrator kekuasaan (pemerintah) lewat sistem pemilihan umum yang luber-jurdil (langung, umum, bebas, rahasia serta jujur dan adil).
Ya, soalnya adalah “abuse of power” (penyalahgunaan kekuasaan). Apalagi kalau kekuasaannya semakin absolut, maka patut dicurigai bahwa penyalahgunaannya semakin absolut.
Ada kecenderungan (tendensi) yang diyakini sejak dulu, bahwa pemegang kekuasaan itu punya kecenderungan untuk korup. Maka pemegang kekuasaan yang absolut, maka kecenderungan untuk korupsinya juga absolut.
“Power tend to corrupt, absolute power corrupt absolutely”, kata Lord Acton dulu. Maka perlu dibuat perimbangan dalam pemegang kekuasaan. Ada “check and balances”, saling periksa satu sama lain. Ini untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.
Konsep “trias-politica” dimaksudkan untuk itu. Baron de Montesquieu pada tahun 1748 bicara tentang pemisahan kekuasaan dalam kehidupan bernegara. Berasal dari bahasa Yunani, kata “tri” berarti tiga, “as” berarti pusat atau poros, dan politica berarti kekuasaan. Ketiganya mestinya saling periksa.
Baca Juga: Zeng Wei Jian: Serangan Denny Siregar dan Enam Buzzer Lain ke Gibran dan Jokowi
Jalannya sistem saling periksa (check and balances) ini sangat ditentukan oleh kesadaran politik serta kepemimpinan politik yang baik dari suatu bangsa.
Maka pendidikan politik menjadi tugas yang tak pernah usai dari kaum cendekiawan. Dan memilih kepemimpinan politik adalah tugas warga negara, alias rakyat di suatu masa, untuk memilih yang terbaik.
Vox populi vox dei. Kita yakini, suara rakyat adalah suara tuhan.
Selamat memilih dalam: Pilpres, Pileg, Pilkada dan Pilkades. Sudah pantaskah kita menjadi eksekutor suara tuhan?
Jakarta, Minggu 15 Oktober 2023
Andre Vincent Wenas,MM,MBA., Direktur Eksekutif, Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta. ***