Mengenal Tradisi Unik Masyarakat Cirebon, Membuat Kue Apem untuk Keselamatan di Bulan Safar
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Minggu, 17 September 2023 16:00 WIB
ORBITINDONESIA.COM- Masyarakat Cirebon setiap bulan Safar dalam kalender Hijriah, sangat familiar dengan membuat apem. Membuat apem menjadi tradisi masyarakat Cirebon untuk keselamatan.
Membuat apem atau ngapem, menjadi tradisi masyarakat di Cirebon yang setiap tahun terus dilestarikan sebagai identitas kearifan lokal. Ngapem ini, biasanya dilakukan setiap bulan Safar dalam hitungan kalender Hijriyah.
Kue apem terbuat dari tepung beras tersebut merupakan tradisi masyarakat Cirebon yang sudah ada sejak zaman dulu.
Baca Juga: Spoiler Manga Kagura Bachi, Kisah Pertarungan Balas Dendam Seorang Pendekar Pedang dari Shonen Jump
Seluruh masyarakat Cirebon, biasanya sangat antusias dalam membuat apem ini. Karena merupakan bentuk kepedulian sosial, dan meningkatkan jalinan silaturahmi antar masyarakat.
Bahkan konon tradisi budaya ngapem sudah ada sejak zaman Sunan Gunung Jati Cirebon.
Hal itu sebagai bentuk rasa syukur masyarakat kepada Tuhan.
Baca Juga: Mengenal Wayang Krucil, Seni Pertunjukan yang Digemari Para Petani di Jawa
Selasin itu, biasanya cobaan dan bencana alam datang pada setiap akhir bulan safar.
Oleh karena itu, memasuki akhir bulan safar dalam kalender jawa, di beberapa tempat bersejarah yang ada di Cirebon melakukan tradisi tahunan, yaitu Ngapem.
Sama halnya di Makam Pangeran Pasarean, Kelurahan Gegunung, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon tradisi ngapem untuk tolak bala ini dilakukan.
Baca Juga: 5 Fakta Menarik tentang Desainer Legendaris Oscar De La Renta
“Biasanya tradisi ngapem merupakan ritual tahunan yang diyakini sebagai upaya menolak bala atau kesialan. Tradisi ini biasa dilakukan pada hari Rabu terakhir di bulan safar yang biasa disebut Rebo Wekasan,” ungkap salah satu warga kepada Orbit Indonesia, Sabtu 16 September 2023.
Selain Ngapem, ada beberapa kegiatan yang dilakukan di bulan safar, yaitu salat tolak bala bersama dan dilanjut dengan kegiatan saweran yang dilakukan oleh tamu-tamu undangan.
“Biasanya setiap tahun, tiap rumah pada ngapem setiap hari, terus nanti antar tetangga saling mengirim apem,” ujarnya.
Dikarenakan setiap orang saling membagi kue apem pada bulan tersebut, pada akhirnya para pedagang kue apem pun merasakan perbedaan penjualan pada bulan safar.
Hal tersebut dirasakan salah satu pedagang kue apem yang merasakan perbedaan tersebut, Rokayah 80 tahun mengatakan, bahwasannya penjualan kue apem pada bulan safar bisa meningkat sangat pesat, bahkan bisa mencapai seribuan lebih.
“Tepung berasnya empat karung kalo misalkan lagi safar, tapi kalau lagi enggak safar ya paling satu atau setengah karung,” katanya.
Sementara, apem yang dibuat dari adonan tepung beras ini, biasanya disajikan dengan liquid gula merah, dan memiliki cita rasa yang unik.
Seiring perkembangan zaman sekarang kue apem banyak variannya.
Tradisi menyantap kue apem di Rebo Wekasan diketahui membawa pesan tersirat tentang menjaga silaturahmi dan mendapat keberkahan.
Pembagian apem dilakukan pada hari Rebo Wekasan atau hari Rabu terakhir bulan Safar, karena dianggap sebagai tanggal penting.***
Penulis : Daffa Komala