DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

AM Hendropriyono: Cara Pengambilan Keputusan Dalam Demokrasi Pancasila

image
AM Hendropriyono tentang Demokrasi Pancasila.

ORBITINDONESIA.COM - Demokrasi Pancasila bukan demokrasi komunis yang diktatorial dan bukan demokrasi liberal yang kapitalistik, tetapi juga bukan demokrasi yang bukan ini dan bukan itu.

Demokrasi Pancasila tidak memilih wakil-wakil rakyat dengan pengangkatan oleh penguasa politik dan bukan memilih wakil-wakil rakyat dengan pemilihan langsung yang dikuasai oleh kekuatan fisik, materi dan uang.

Tetapi Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

Baca Juga: Fluktuasi Tingkat Kepuasan Terhadap Kinerja Presiden Jokowi, April 2022 Hingga April 2023

Wakil-wakil dari rakyat Indonesia bermusyawarah untuk mencapai mufakat, yang jika tidak tercapai bukan kemudian lari kepada otoritarianisme komunis atau pemungutan suara liberal.

Praktik pelarian yang berlaku selama ini tidak mempunyai nilai praksis, karena sudah menyimpang dari nilai dasarnya.

UUD 1945 yang telah direformasi sebanyak empat kali pada tahun 2002 sampai sekarang juga tidak mengandung nilai instrumental, yang dapat digunakan untuk memecahkan musyawarah jika suatu mufakat tidak tercapai.

Demokrasi Pancasila mengamanatkan jika musyawarah tidak mencapai mufakat maka keputusan diambil oleh Kepala Negara, demi menyelamatkan persatuan Indonesia sebagaimana hakikat dari Trisila dalam Pancasila.

Baca Juga: Selama Idul Fitri, KPK Terima Ratusan Laporan Gratifikasi, Nilainya Capai Rp 240 Juta!

Dasar dari Keputusan Kepala Negara tersebut adalah kewibawaannya sebagai Kepala Negara, Presiden, Kepala Pemerintahan dan pemegang kekuasaan tertinggi Tentara Nasional Indonesia, sebagaimana yang pernah terjadi dalam Dekrit Presiden RI untuk kembali ke UUD 1945 pada tanggal 5 Juli 1959.

Dalam kedaruratan tersebut Presiden kemudian membentuk Zaken Kabinet yang ekstra Parlementer, yang bukan berarti menafikan keberadaan dari partai-partai politik.

Bahkan partai-partai tersebut kembali kepada fungsinya sebagai penyeimbang kekuasaan, daripada sebagai oposisi thd eksekutip yang berontologi oligarki dan kriminalitas yang terorganisir di bawah gaungan adagium The Winner Takes All.

Hikmah yang perlu dijadikan pengalaman dari mekanisme praktik di masa lampau tersebut adalah ancaman otoriterisme, sehingga sejatinya langkah penyelamatan demi persatuan bangsa langsung diikuti dengan pengunduran dirinya sebagai Kepala Negara RI secara sertamerta.

Baca Juga: Stabilitas dan Perdamaian Menjadi Syarat Mutlak Wujudkan Sentralitas ASEAN

Kekosongan kedudukan sebagai administrator negara segera pula diisi dengan dilakukannya pemilihan Kepala Negara baru oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI).

Ironisnya amandemen tahun 2002 justru memandulkan fungsi MPR-RI sebagai Lembaga Tertinggi Negara, sehingga menghalangi Pancasila dalam mencapai nilai praksisnya.

Namun walaupun terjadi kekalutan di tataran politik negara seperti ini, rakyat harus tetap berjuang untuk membangun ekonomi bangsanya secara mandiri sebagaimana amanat Trisakti.

Kemandirian dalam ekonomi adalah ekonomi kerakyatan yang dibangun dalam bentuk koperasi sebagaimana hakikat Ekasila dalam Pancasila, untuk secara bergotong royong mengembangkan dan meningkatkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Baca Juga: JOKE: Kisah Empat Bapak yang Menunggu Kelahiran Anaknya dan Ternyata Kembar Semua

Setiap individu dan juga berbagai entitas masyarakat yang paling miskin sekalipun berpeluang, untuk mengembangkan perusahaan perorangannya dengan keberpihakan politik-ekonomi dari pemerintah untuk menghadapi ancaman kapitalisme.

Ketahanan ekonomi Pancasila merupakan suatu conditio sine quanon bagi tumbuh dan berkembangnya nasionalisme Indonesia, sebagai suatu keniscayaan sifat yang paradoksal dari globalisasi yang semakin dipersatukan karena teknologi serba internet dan berkecerdasan buatan.

Kecenderungan geopolitik dari keadaan unipolar menuju multipolar juga merupakan bukti empirik, bahwa ketahanan ekonomi dari negara-negara nasional sejak tahun 1991 telah mengakhiri praktik komunisme global dan segera pula akan mengakhiri praktik imperialisme dari kaum kapitalis dunia.

Oleh: AM Hendropriyono, Ketua Umum Keluarga Besar Warga Jaya Indonesia. ***

Berita Terkait