DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Cara Orang Jawa Menghormati Sayyidina Husein, Tak Bikin Hajatan di Bulan Suro

image
Hari Asyura 10 Muharram 61 Hijriyah menjadi hari terakhir cucu Rasulullah Sayyidina Husein dengan pidato terakhir yang menyentuh hati.

Tradisi tsb dibawa oleh para penyebar agama Islam ke pulau Jawa yang kebanyakan masih keturunan Kanjeng Nabi Saw lewat jalur Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein, dan tradisi tsb diterima dan dikembangkan dgn pemahaman org Jawa yaitu dgn membuat simbol dgn Bubur Suro.

Adapun warna putih melambangkan Sayyidina Hasan dan merah melambangkan Sayyidina Husain sebagai simbol untuk mengenang cucu Kanjeng Nabi saw.

Cucu tsb berkata: "Ternyata begitu asal usulnya ya mbah.?? Trus apa kaitannya dalam bulan Suro/Muharrom ini org Jawa dianjurkan laku prihatin dan mencuci keris dan pusaka lainnya yg dimiliki mbah.!?"

Baca Juga: Semifinal Piala AFF U16 2022: Malaysia Tersingkir, Timnas Indonesia U16 Ditantang Myanmar

Begini nak,, Orang Jawa itu sangat arif dan bijaksana.. Stiap tradisi pasti ada maksud dan tujuannya..

Kenapa dianjurkan laku prihatin dlm bulan Suro.!? Agar kita paham bahwa dalam bulan Suro itu keluarga Kanjeng Nabi saw menderita, Sayyidina Husein dipenggal kepalanya, sedangkan rombongan wanitanya diarak, dilempari, diludahi, dicaci dan dihina.

Mulai dari tanah Karbala menuju kantor Gubenur di Kufah Irak, lalu menuju ke Istana Yazid di Syam..

Jadi bulan Muharrom itu bulan duka citanya keluarga Kanjeng Nabi Saw. Dan sebagai bentuk penghormatan, biasanya org Jawa itu emoh/gak mau membuat pesta hajatan di bulan Suro ini ntk menghargai dan menghormati keluarga Kanjeng Nabi Saw.

Baca Juga: Maulana Habib Luthfi Bin Yahya: Siroh Singkat Wali Sanga

Adapun tradisi mencuci keris dan pusaka lainnya, itu juga sama mempunyai simbol, makna dan pesan bhwa seakan-akan persiapan mau perang melawan musuh.

Halaman:
1
2
3

Berita Terkait