DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Profil Rasuna Said, Sang Seliguri Berpena Tajam yang Jadi Google Doodle Hari Ini

image
Rasuna Said Pahlawan Nasional yang Berasal dari Daerah Sumatera Barat, Tampil Menjadi Google Doodle Hari Ini

ORBITINDONESIA - Google telah beberapa kali menjadikan tokoh Indonesia sebagai Google Doodle yang muncul di halaman utamanya. Kali ini, tokoh sekaligus pahlawan nasional Rasuna Said dipilih menjadi Google Doodle edisi, Rabu, 14 September 2022.

Tanggal hari ini dipilih untuk menampilkan Rasuna Said dalam Google Doodle kerena bertepatan dengan hari lahir Rasuna Said 112 tahun silam. Tepatnya pada 14 September 1910.

Dalam Google Doodle, karikatur Rasuna Said mengenakan hijab dan digambarkan tengah berorasi di depan microphone, serta berlatar belakang kertas-kertas yang berisi pemikirannya.

Baca Juga: Civil Society Sebagai Penggerak Perdamaian di Ukraina

Lantas, siapakah Rasuna Said?

Masyarakat Indonesia mengenal Rasuna Said sebagai salah satu pahlawan nasional.

Namanya tidak asing didengar karena kerap dijadikan nama sebuah jalan raya di banyak kota di Indonesia.

Namun, tidak sedikit masyarakat yang belum tahu profil serta peran Rasuna Said dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Baca Juga: Penggalangan Petisi Menolak Dana Pensiun Seumur Hidup untuk Anggota DPR

Dilansir OrbitIndonesia dari berbagai sumber, Rasuna Said memiliki gelar di depan namanya yakni Hajjah Rangkayo atau disingkat H.R.

Gelar Hajjah berarti wanita muslimah yang telah menuaikan rukun Islam kelima yakni ibadah haji.

Sedangkan Rangkayo merupakan gelar adat dari Maninjau, Sumatera Barat yang berarti orang yang berakhlak mulia dan juga seorang kaya raya.

Baca Juga: KASAD Perlu Segera Mitigasi Keberatan Prajurit TNI Pada Effendi Simbolon: Laporkan Saja Ke MKD

Rasuna Said lahir di Desa Panyinggahan, Maninjau, Agam, Sumatera Barat pada 14 September 1910 dan meninggal di Jakarta pada 2 November 1965 dalam usia 55 tahun.

Rasuna Said lahir di keluarga bangsawan Minang dan terhormat.

Ayahnya, Muhamad Said dikenal sebagai saudagar dan aktivis pergerakan.

Rasuna Said juga dibesarkan di tengah keluarga beragama Islam yang taat.

Baca Juga: Tanggapi Perangkat Desa se Lampung Timur Belum Terima Gaji, Netizen: Hotman Paris Tempatnya Orang Mengadu

Saat kecil, Rasuna Said dibesarkan oleh pamannya lantaran sang ayah jarang berada di rumak karena pekerjaannya.

Tidak seperti saudara-saudaranya, dia bersekolah di sekolah agama, bukan sekuler, dan kemudian pindah ke Padang Panjang, di mana dia bersekolah di Diniyah School, yang menggabungkan mata pelajaran agama dan mata pelajaran khusus.

Pada tahun 1923, ia menjadi asisten guru di Sekolah Diniyah Putri yang baru didirikan, tetapi kembali ke kampung halamannya tiga tahun kemudian setelah sekolah itu hancur karena gempa.

Baca Juga: KPK Panggil Lagi Mantan KSAU, Terkait Dugaan Korupsi Pengadaan Helikopter AW-101

Dia kemudian belajar selama dua tahun di sekolah yang terkait dengan aktivisme politik dan agama, dan menghadiri pidato yang diberikan oleh direktur sekolah tentang nasionalisme dan kemerdekaan Indonesia

Awal perjuangan politik Rasuna Said dimulai dengan beraktivitas di Sarekat Rakyat (SR) sebagai Sekretaris cabang.

Rasuna Said kemudian juga bergabung dengan Soematra Thawalib dan mendirikan Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI) di Bukittinggi pada tahun 1930.

Rasuna Said juga ikut mengajar di sekolah-sekolah yang didirikan PERMI dan kemudian mendirikan Sekolah Thawalib di Padang, dan memimpin Kursus Putri dan Normal Kursus di Bukittinggi.

Baca Juga: Inilah Cara Menurunkan Berat Badan dengan Prinsip Sehat Ala Diet Defisit kalori

Rasuna Said sangat mahir dalam berpidato mengecam pemerintahan Belanda.

Rasuna Said juga tercatat sebagai wanita pertama yang terkena hukum Speek Delict, yaitu hukum kolonial Belanda yang menyatakan bahwa siapapun dapat dihukum karena berbicara menentang Belanda.

Pada tahun 1926, Rasuna Said aktif dalam organisasi Sarekat Rakyat yang berafiliasi dengan komunis, yang dibubarkan setelah pemberontakan komunis yang gagal di Sumatera Barat pada tahun 1927.

Tahun berikutnya, ia menjadi anggota Partai Sarekat Islam, naik ke posisi kepemimpinan cabang Maninjau.

Baca Juga: Daftar Kekurangan JIS Menurut Netizen

Setelah berdiri pada tahun 1930, ia bergabung dengan Persatuan Muslim Indonesia (Permi), sebuah organisasi berbasis Islam dan nasionalisme.

Tahun berikutnya, Rasuna yang kembali mengajar di Padang Panjang, meninggalkan pekerjaannya setelah berselisih dengan pemimpinnya karena Rasuna telah mengajar murid-muridnya tentang perlunya tindakan politik untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia, dan pindah ke Padang, di mana pimpinan Permi bermarkas.

Di sana, dia mendirikan sekolah untuk anak perempuan.

Pada tanggal 23 Oktober 1932, dalam rapat umum bagian perempuan Permi di Padang Panjang, Rasuna menyampaikan pidato publik berjudul "Langkah-Langkah Menuju Kemerdekaan Rakyat Indonesia" di mana dia mengutuk penghancuran mata pencaharian rakyat dan kerusakan yang dilakukan pada rakyat Indonesia oleh kolonialisme.

Baca Juga: Indopop Movement 2022 Gemparkan New York dengan Tampilkan Sederet Penyanyi Pop dan Dangdut Asal Indonesia

Rasuna Said dikenal sebagai seorang jurnalis yang memiliki pikiran kritis dan tajam.

Pada tahun 1935 Rasuna menjadi pemimpin redaksi di sebuah majalah, Raya.

Majalah ini dikenal radikal, bahkan tercatat menjadi tonggak perlawanan di Sumatra Barat.

Namun polisi rahasia Belanda (PID) mempersempit ruang gerak Rasuna dan kawan-kawan.

Sedangkan tokoh-tokoh PERMI yang diharapkan berdiri melawan tindakan kolonial ini, justru tidak bisa berbuat apapun. Rasuna sangat kecewa. Ia pun memilih pindah ke Medan, Sumatra Utara.

Baca Juga: Kepala Desa se Lampung Timur Belum Digaji, Hotman Paris Senggol Gubernur Lampung dan Bupati Lampung Timur

Pada tahun 1937, di Medan, Rasuna mendirikan perguruan putri. Untuk menyebar-luaskan gagasan-gagasannya, ia membuat koran mingguan bernama Menara Poeteri.

Slogan koran ini mirip dengan slogan Bung Karno, "Ini dadaku, mana dadamu".

Koran ini banyak berbicara soal perempuan.

Meski begitu, sasaran pokoknya adalah memasukkan kesadaran pergerakan, yaitu antikolonialisme, di tengah-tengah kaum perempuan.

Baca Juga: Akhirnya Apple Merilis Secara Resmi iOS 16 , Bisa Untuk iPhone 8

Rasuna Said mengasuh rubrik "Pojok". Ia sering menggunakan nama samaran: Seliguri, yang konon kabarnya merupakan nama sebuah bunga.

Tulisan-tulisan Rasuna dikenal tajam, kupasannya mengena sasaran, dan selalu mengambil sikap lantang antikolonial.

Sebuah koran di Surabaya, Penyebar Semangat, pernah menulis perihal Menara Poetri ini, "Di Medan ada sebuah surat kabar bernama Menara Poetri; isinya dimaksudkan untuk jagad keputrian. Bahasanya bagus, dipimpin oleh Rangkayo Rasuna Said, seorang putri yang pernah masuk penjara karena berkorban untuk pergerakan nasional."

Akan tetapi, koran Menara Poetri tidak berumur panjang.

Baca Juga: Effendi Simbolon Sebut TNI Ormas, Dandim Cilegon dan Pasukannya Murka: Darah Kami Mendidih!

Persoalannya, sebagian besar pelanggannya tidak membayar tagihan korannya.

Konon, hanya 10 persen pembaca Menara Poetri yang membayar tagihan. Karena itu, Menara Poetri pun ditutup.

Pada saat itu, memang banyak majalah atau koran yang tutup karena persoalan pendanaan.

Rasuna memilih pulang ke kampung halaman, Sumatra Barat.

Pada masa pendudukan Jepang, Rasuna Said ikut serta sebagai pendiri organisasi pemuda Nippon Raya di Padang yang kemudian dibubarkan oleh Pemerintah Jepang.***

Berita Terkait