Buku tentang Xi Jinping dan Arah Baru Pembangunan Tiongkok
Angang Hu, et al. Xi Jinping’s New Development Philosophy. Singapura: Springer Nature Singapore Pte Ltd., 2018.
ORBITINDONESIA.COM — Buku Xi Jinping’s New Development Philosophy karya ekonom senior Tiongkok Angang Hu bersama Yilong Yan dan Xiao Tang menjadi salah satu rujukan penting untuk memahami arah kebijakan pembangunan negeri itu di era Presiden Xi Jinping.
Diterbitkan Springer Nature pada 2018, buku ini menempatkan enam konsep pembangunan—yang digagas langsung oleh Xi—sebagai fondasi transformasi ekonomi jangka panjang Tiongkok.
Keenam konsep tersebut meliputi inovasi, koordinasi, pembangunan hijau, keterbukaan, berbagi, dan keamanan. Dalam pandangan para penulis, enam prinsip ini bukan sekadar slogan politik, melainkan kerangka ideologis yang terintegrasi untuk mengarahkan Tiongkok menuju tahap “pembangunan berkualitas tinggi” setelah tiga dekade pertumbuhan pesat.
Mengurai Cara Berpikir Elite Beijing
Angang Hu—yang dikenal dekat dengan lingkaran perumus kebijakan di Beijing—menegaskan bahwa pembangunan Tiongkok tidak lagi bertumpu pada ekspansi industri murah, tetapi pada inovasi teknologi, pemerataan regional, transformasi energi, serta integrasi Tiongkok ke pasar global.
Buku ini menjadi penting karena menawarkan gambaran dari dalam mengenai bagaimana elite Partai Komunis memandang tantangan dan rute masa depan negara itu.
Setiap bab mengurai satu konsep pembangunan dan menjelaskan akar teoretis, kebijakan turunan, serta contoh implementasinya di berbagai sektor, mulai dari sains-teknologi hingga tata kelola sosial.
Sorotan Positif: Struktur Rapi dan Visi Jangka Panjang
Para pembaca mendapatkan penjelasan yang sistematis mengenai logika kebijakan Xi Jinping—yang menekankan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, keberlanjutan, dan stabilitas.
Buku ini juga menonjol karena menyajikan visi jangka panjang Tiongkok hingga 2035–2050, khususnya terkait ambisi negara itu menjadi kekuatan teknologi global dan model pembangunan alternatif bagi negara berkembang.
Dari perspektif akademik, kekuatan utama buku ini terletak pada struktur pemaparannya yang runtut dan analisis konseptual yang solid. Buku ini mudah dibaca oleh pembuat kebijakan, analis kebijakan publik, hingga jurnalis yang membutuhkan pegangan teoretis tentang arah strategis Tiongkok.
Minim Kritik, Cenderung Normatif
Meski demikian, sejumlah akademisi internasional menilai buku ini terlalu normatif dan cenderung menempatkan Xi Jinping sebagai figur kunci tanpa memberikan ruang evaluasi kritis.
Berbagai persoalan struktural yang tengah dihadapi Tiongkok—mulai dari krisis properti, risiko stagnasi inovasi, hingga ketegangan geopolitik—tidak dibahas mendalam.
Kritik lain menyebut buku ini lebih dekat dengan dokumen kebijakan resmi ketimbang kajian empiris independen. Sejumlah konsep yang dipaparkan pun dinilai sebagai repackaging dari prinsip pembangunan era sebelumnya, seperti Scientific Development pada masa Hu Jintao.
Relevansi bagi Negara Berkembang
Bagi banyak negara berkembang, buku ini memberi gambaran tentang bagaimana Beijing mendesain model pembangunan alternatif yang berbeda dari pendekatan Barat.
Penulis menekankan bahwa pengalaman Tiongkok—khususnya tentang digitalisasi, inovasi terarah, dan pengentasan kemiskinan—dapat menjadi inspirasi bagi negara lain yang ingin mempercepat modernisasi ekonomi.
Namun, para pengamat menilai model tersebut tetap perlu dibaca dengan hati-hati mengingat perbedaan struktur politik, kapasitas negara, dan konteks sosial di masing-masing negara.
Secara keseluruhan, Xi Jinping’s New Development Philosophy layak dibaca sebagai dokumen penting untuk memahami cara pandang Beijing terhadap pembangunan nasionalnya, sekaligus sebagai bahan analisis bagi negara-negara yang ingin membaca arah kebijakan Tiongkok dalam dekade-dekade mendatang.
Walau kurang kritis, buku ini memberikan gambaran komprehensif mengenai visi besar Xi Jinping dan menjadi rujukan utama bagi mereka yang mengamati dinamika ekonomi-politik Tiongkok.
Satrio Arismunandar ***