Toto Dirgantoro: Larangan Truk Sumbu 3 Nataru Mendadak Jadi 17 Hari, GPEI Minta Ada Dispensasi Untuk Kargo
ORBITINDONESIA.COM - Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memahami kondisi di lapangan pasca mengeluarkan rilis barunya yang menambah pelarangan operasional truk sumbu 3 dari 11 hari menjadi 17 hari saat libur Natal 2025 dan Tahun Baru 2026. Hal itu mengingat selama Nataru itu tidak ada kapal yang berhenti beroperasi tapi semua tetap berjalan.
Anggota Komisi VII DPR-RI dari Fraksi Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekarno alias BHS menegaskan Kemenhub tidak boleh menghentikan atau menghambat angkutan logistik truk sumbu 3 saat Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 atau hari-hari besar keagamaan lainnya. Apalagi pelarangan itu diberlakukan sampai waktu yang sangat lama.
“Saya sudah berkali-kali sampaikan bahwa seharusnya untuk mengatasi arus lalu lintas karena peak season itu, baik Nataru maupun Idul Fitri, tidak boleh menghentikan atau menghambat angkutan logistik,” ujarnya.
Sementara, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno mengatakan banyak pemilik truk sumbu 3 yang masih memiliki cicilan utang ke perusahaan pembiayaan atau leasing. Karenanya, melarang mereka untuk beroperasi saat liburan Natal 2025 dan Tahun Baru 2026, itu sama saja dengan menambah beban hidup pengusaha truknya.
“Pelarangan itu boleh-boleh saja, tapi harus dipertimbangkan juga nasib para pengusaha truknya. Kebanyakan truk mereka itu kan belinya dengan cara ngutang ke leasing dan bukan truk bantuan negara,” ucapnya.
Sedang Sekretaris Jenderal GPEI, Toto Dirgantoro menjelaskan produk-produk ekspor sangat tergantung dengan jadwal kapal dan juga surat kontrak atau L/C (Letter of Credit) yang sudah dibuat antara eksportir dan penerima barang di luar negeri, dan itu terkait dengan closing time dan lain sebagainya.
Disampaikan, kapal itu tidak mungkin akan menghitung ada liburan di Indonesia atau tidak untuk masuk ke pelabuhan. Lanjutnya, kapal itu internasional dan tetap saja jalan sesuai schedule mereka. Itu artinya kalau barang tidak ada di pelabuhan karena adanya aturan pelarangan tadi, otomatis barang akan ditinggal dan itu jelas merugikan sekali bagi para eksportir.
Dia mencontohkan jika ekspor eksportir A nilainya 200 ribu dollar AS per kontainer. Tapi, lanjutnya, tiba-tiba karena ada libur Nataru, barang tidak bisa dikirim dan L/C-nya menjadi mati. Pihak buyer-nya tidak mau memperpanjang dengan alasan barangnya sudah tidak dibutuhkan lagi dan harganya akan jauh merosot. “Nah, apakah pemerintah memperhitungkan bahwa kerugian-kerugian seperti inilah yang akan dialami para eksportir dengan aturan yang dibuatnya itu,” tandasnya.
Jadi, katanya, jika pemerintah harus membatasi truk sumbu 3 ini saat Nataru nanti, Benny pun mengusulkan agar pelarangan itu jangan lebih dari 7 hari kalender. “Karena, kalau truk sumbu 3 itu dilarang beroperasi, apalagi dalam jangka waktu yang cukup lama, jelas itu akan menjadi hambatan bagi para pengusaha terkait dengan barang ekspor mereka yang sudah kena closing ataupun due date-nya sesuai dengan jadwal kapal-kapal tersebut,” ujarnya.
Jadi, dia berharap agar ada dispensasi untuk kargo-kargo ekspor. Misalnya untuk kargo-kargo ekspor yang memang harus berangkat, itu bisa mengajukan permohonan jam operasi kendaraannya meskipun harus dibatasi jamnya dan mungkin tidak melalui tol sehingga tidak mengganggu masyarakat yang akan melakukan liburan Nataru.
“Sebetulnya itu yang kita harapkan. Mau 17 hari, mau 6 hari larangan itu monggo saja. Tapi, dengan adanya dispensasi untuk kargo ekspor, maka itu tidak akan menghambat kargo ekspor kita,” katanya.
Seperti diketahui, Surat Keputusan Bersama (SKB) Kemenhub, Korlantas Polri dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) sebelumnya memutuskan pembatasan operasional truk sumbu 3 saat Nataru 2025/2026 itu selama 11 hari. Pembatasan operasional berlaku pada periode 19–20 Desember 2025 pukul 00.00–24.00, 23–28 Desember 2025 pukul 00.00–24.00, dan 2–4 Januari 2026 pukul 00.00–24.00.
Kemudian, pada rilis barunya, Kemenhub menambahkan pelarangan di tanggal 21-22 Desember 2026 pukul 00.00-24.00, dan 29 Desember 2025 sampai 1 Januari 2026 pukul 00.00-24.00.
Untuk pengusaha impor, dia juga berharap hal serupa, diberikan dispensasi untuk kargo impor. Menurutnya, hal itu disebabkan 17 hari itu akan membuat pelabuhan menjadi congested atau padat karena barang turun terus, sedangkan barang tidak keluar. “Pada saat begitu mulai boleh jalan, ini akan terjadi krodit seperti yang kejadian hari raya lalu,” tuturnya.
Harapan para pengusaha ekspor dan impor itu, katanya, para pejabat Kemenhub itu memiliki sense of business dan sense of crisis. “Sehingga dalam memutuskan kebijakannya itu ada pertimbangan-pertimbangan terkait hal itu,” ucapnya.***
Keterangan Foto: Sekretaris Jenderal GPEI, Toto Dirgantoro