G7 Mengutuk Serangan Paramiliter Sudan terhadap Warga Sipil, Menuntut Gencatan Senjata
ORBITINDONESIA.COM - Negara-negara G7 pada Rabu, 12 November 2025, telah mengeluarkan kecaman keras atas serangan paramiliter terhadap warga sipil di Sudan, dan menyebut serangan oleh Pasukan Dukungan Cepat (RSF) di El-Fasher dan Kordofan Utara bermotif etnis.
Setelah pertemuan tingkat menteri selama dua hari di Niagara, Kanada, para pemimpin diplomatik menuntut gencatan senjata segera dan permanen dari RSF dan Angkatan Bersenjata Sudan, sekaligus menyerukan akses kemanusiaan penuh ke wilayah-wilayah yang terdampak konflik.
Dalam deklarasi kolektif mereka, para menteri luar negeri dari Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat, bersama Perwakilan Tinggi Uni Eropa, secara khusus mengutuk kekerasan seksual dan menekankan konsekuensi kemanusiaan yang menghancurkan dari konflik yang sedang berlangsung.
Pernyataan tersebut mendesak semua pihak yang terlibat untuk menghormati hak asasi manusia, menurunkan eskalasi operasi militer, dan menjamin keamanan jalur pengiriman bantuan untuk mengatasi kondisi kelaparan yang meluas.
Dukungan untuk Upaya Diplomatik
Para menteri G7 menyatakan dukungan mereka terhadap inisiatif diplomatik yang sedang berlangsung yang bertujuan memulihkan perdamaian dan keamanan di Sudan, sekaligus menyerukan kepada para aktor eksternal untuk berkontribusi positif terhadap upaya penyelesaian.
Pernyataan mereka muncul di tengah peringatan Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa kondisi warga sipil Sudan terus memburuk, dengan organisasi-organisasi kemanusiaan melaporkan adanya pembatasan ketat terhadap akses bagi penduduk yang membutuhkan di seluruh zona konflik.
Konfrontasi kekerasan antara militer Sudan dan kelompok paramiliter RSF, yang dimulai pada April 2023, telah mengakibatkan setidaknya 40.000 korban jiwa dan menyebabkan sekitar 12 juta orang mengungsi menurut perkiraan Organisasi Kesehatan Dunia.
RSF baru-baru ini memperkuat kendali atas Darfur dengan merebut El-Fasher, yang memberikan dominasi pasukan paramiliter atas sekitar seperlima wilayah Sudan, sementara tentara nasional mempertahankan kendali atas sebagian besar wilayah berpenduduk termasuk ibu kota.***