Resensi Buku Between Marx and Muhammad: The Changing Face of Central Asia karya Dilip Hiro
ORBITINDONESIA.COM- Buku karya intelektual Pakistan, Dilip Hiro ini diterbitkan pertama kali pada tahun 1994 oleh HarperCollins (London) dengan judul Between Marx and Muhammad: The Changing Face of Central Asia.
Dilip Hiro menyampaikan laporan, analisis politik, sosial, dan sejarah dari enam republik Muslim baru berdiri di Asia Tengah — yakni Azerbaijan, Turkmenistan, Uzbekistan, Tajikistan, Kirgizstan dan Kazakhstan. Negara-negara ini berdiri setelah runtuhnya kekuasaan Uni Soviet.
Isi dan Pokok Bahasan
Hiro mengawali narasinya dengan menggambarkan warisan rezim Soviet di Asia Tengah; bagaimana komunis yang bersandar pada ideologi “Marx” dulu mendominasi, lalu bagaimana munculnya kekuatan Islam dan identitas Muslim yang ingin kembali ke akar mereka—oleh sebab itu judul “Marx” dan “Muhammad” menjadi simbol dua kutub ideologis yang saling bersaing di kawasan ini. B
uku ini memetakan bagaimana selama dekade awal kemerdekaan (1991 ke atas) republik-republik ini berjuang mencari arah baru: antara sekularisme ala Soviet, identitas Islam, intervensi regional (Turki, Iran, Rusia), dan tantangan pembangunan ekonomi serta pemerintahan yang stabil.
Hiro membawa pembaca menelusuri bagaimana batas-batas etnis, bahasa, agama, dan geopolitik dibuat ulang setelah artefak Soviet dibongkar. Ia mendokumentasikan bagaimana pemimpin baru mencoba mengendalikan elite lama, membentuk ekonomi pasar baru, namun juga menghadapi konflik internal dan eksternal serta kebangkitan identitas Islam.
Misalnya, ia menyoroti bagaimana Turki mencoba mempengaruhi republik-republik Turki-bukan melalui kerja militer besar, tetapi melalui sumbangan budaya dan pendidikan Islam. Dan bagaimana Iran, yang sekilas tampak sebagai kekuatan agama, juga bergerak secara pragmatis untuk membangun koneksi di wilayah ini.
Melalui bab-bab yang mencakup “From Militant Secularism to Grassroots Islam”, “Limits of Pan-Turkic Nationalism”, dan “Between Russian Bear and Turkic Grey”, Hiro menunjukkan bahwa konflik kekuasaan di Asia Tengah bukan hanya soal ideologi, tetapi juga soal sumber daya, lokasi strategis, warisan etnis, dan loyalitas komunal.
Nilai dan Kekuatan Buku
Resensi ini menilai bahwa kekuatan utama buku Hiro terletak pada kemampuannya menggabungkan narasi geopolitik besar dengan pengamatan lapangan yang konkret.
Hiro tidak sekadar menulis tentang peta ideologi, tetapi juga tentang bagaimana individu dan komunitas di Asia Tengah menjalani transisi: dari struktur kekuasaan Soviet yang monolitik ke kerapuhan negara-baru yang penuh dengan tantangan identitas, ekonomi, korupsi, dan pengaruh luar.
Buku ini juga berfungsi sebagai referensi penting bagi journalist, diplomat, analis geopolitik dan siapa pun yang tertarik dengan dinamika dunia pasca-Soviet. Sebagaimana sebuah ulasan dari The Independent mencatat: “Hiro has produced the first and only book to summarise Central Asian history following the collapse of the Soviet Union until late 1993… the book will be invaluable to businessmen, diplomats or journalists as a reference work on political events.”
Selain itu, gaya penulisan Hiro yang lugas dan penuh data—ilustrasi, peta, statistik—membantu pembaca membaca kisah yang kompleks dengan lebih mudah. Data-lapangan, wawancara, dan analisis politik saling melengkapi.
Kelemahan dan Catatan Kritik
Namun, buku ini juga memiliki beberapa kekurangan. Pertama, dari sisi analisis arah ke depan, beberapa kritik menyebut buku ini kurang menawarkan prediksi mendalam atau teori holistik yang original. Sebagai contoh, dengan banyak data dan nama, pembaca pemula mungkin akan merasa terseret dalam arus kronologi dan akronim yang berat.
The Independent menyebutnya “the narrow political narrative does not make easy cover-to-cover reading… an uninitiated reader is likely to become overwhelmed by dates, politicians’ names and acronyms at the rate of a dozen a page.”
Kedua, sebagian besar sumber yang digunakan Hiro bersifat sekunder, dan meskipun ia melakukan kunjungan ke wilayah tersebut, kedalaman penelitian kualitatif atau akses ke arsip lokal mungkin terbatas.
Dengan demikian, buku ini lebih cocok sebagai pengantar atau panorama historis daripada sebagai karya akademik dengan metode penelitian ilmiah yang sangat ketat.
Relevansi Masa Kini
Meski diterbitkan hampir tiga dekade lalu, buku ini tetap relevan karena banyak dilema yang dihadapi Asia Tengah masih berlanjut. Bagaimana negara-muslim baru menyelaraskan warisan Soviet dengan identitas Islam.
Bagaimana Rusia tetap menjadi aktor dominan di negara-negara tersebut. Juga bagaimana jalur energi dan geopolitik terus menarik perhatian global; bagaimana konflik etnis dan pemberontakan kaum Islamis muncul. Juga bagaimana negara-kawasan ini berada di persimpangan antara Timur dan Barat, antara model sekular dan religius.
Bagi kita yang berada di luar Asia Tengah, buku ini menjadi jendela yang sangat berguna untuk memahami bagaimana geopolitik Islam, warisan komunisme, dan pertarungan identitas nasional saling terkait.
Judul buku yang menggugah dan provokatif—“Between Marx and Muhammad”—menjadi ringkasan simbolis dari realitas sosial-politik yang kompleks: antara warisan komunis (Marx) dan kebangkitan Islam (Muhammad).
Kesimpulan
Between Marx and Muhammad (1994) adalah bacaan penting bagi siapa saja yang ingin memahami perubahan dramatis di Asia Tengah pasca-Uni Soviet.
Buku ini menawarkan kombinasi yang kuat antara narasi sejarah, geopolitik, dan identitas agama-etnis. Walaupun bukan studi metodologis mendalam, ia menjadi titik awal yang sangat baik untuk memetakan lanskap baru yang muncul dari reruntuhan komunisme dan kebangkitan Islam.
Jika Anda tertarik memahami bagaimana negara-negara Muslim di pusat Eurasia menghadapi tantangan pembangunan, identitas, dan kekuasaan, buku ini sangat layak untuk dibaca.***