Penjajah Israel Curi Panen Zaitun dan Serang Petani di Tepi Barat, Palestina
ORBITINDONESIA.COM – Penjajah Yahudi Israel melakukan beberapa serangan terhadap petani Palestina di distrik Nablus dan Ramallah, Tepi Barat, pada hari Jumat, 31 Oktober 2025, mencuri zaitun dan mencegah penduduk mengakses lahan mereka.
Di desa Qaryut, selatan Nablus, para penjajah masuk ke wilayah Wadi Al-Bir dan mulai memetik serta mencuri zaitun dari pohon-pohon di lahan yang telah ditutup untuk penduduk Palestina oleh otoritas Israel selama hampir dua tahun. Langkah ini menyusul serangan sebelumnya dua hari lalu di mana para penjajah menebang ratusan pohon zaitun tua di desa yang sama.
Sebelumnya pada hari itu, para penjajah menyerang para petani di kota Sinjil, utara Ramallah, saat mereka sedang memanen zaitun. Sumber-sumber lokal mengatakan para penjajah, yang didukung oleh pasukan Israel, memaksa penduduk meninggalkan lahan mereka dengan todongan senjata dan menahan beberapa aktivis.
Menurut Komisi Perlawanan Tembok dan Permukiman, sejak awal musim panen zaitun di awal Oktober, tercatat total 259 serangan terhadap para petani Palestina, termasuk 41 serangan oleh tentara Israel dan 218 serangan oleh para pemukim.
Insiden-insiden ini meliputi serangan fisik, intimidasi, pembatasan pergerakan, dan perusakan tanaman serta peralatan.
Pada Jumat pagi, para pemukim Israel juga mencegah para gembala Palestina mencapai padang rumput mereka di wilayah Khan Al-Ahmar, sebelah timur Yerusalem yang diduduki, menurut kelompok-kelompok hak asasi manusia setempat.
Organisasi Hak Asasi Manusia Al-Baydar mengatakan bahwa sekelompok pemukim Israel memblokir jalan beberapa gembala, mencegah mereka mengakses padang rumput yang mereka andalkan untuk memelihara ternak mereka.
Organisasi tersebut mencatat bahwa tindakan tersebut merupakan bagian dari serangkaian tindakan provokatif yang bertujuan untuk menekan komunitas Badui di sekitar Yerusalem dan memaksa penduduk meninggalkan tanah mereka di bawah tekanan harian.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia mendesak organisasi-organisasi internasional dan hak asasi manusia untuk segera turun tangan guna menghentikan pelanggaran berulang ini dan memastikan bahwa para gembala dapat bergerak bebas dan melakukan pekerjaan mereka dengan aman di tanah mereka.***