Menkop UKM Ferry Juliantono: PT Agrinas Pangan yang Gandeng TNI Akan Bantu Pembangunan Kopdes Merah Putih
ORBITINDONESIA.COM - Menkop UKM Ferry Juliantono mengatakan, PT Agrinas Pangan yang menggandeng TNI akan membantu pembangunan Kopdes Merah Putih.
Saat ini, kata dia, bank-bank BUMN (Himbara) harus berkomunikasi dengan Agrinas untuk mencairkan platform kegiatan pembangunan investasi gudang, gerai, dan sebagainya.
Selain dibina Agrinas, kopdes yang sudah beroperasi juga tetap akan difasilitasi pemerintah dari sisi pendampingan dan pembuatan proposal bisnis. Saat ini sudah ada 100 kopdes yang beroperasi terbatas. Ditargetkan tahun ini akan dibangun 2.400 gerai kopdes.
Perihal dana, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, Kopdes Merah Putih sudah bisa mengakses kredit ke Himbara, yang telah disiapkan Rp 240 triliun untuk beberapa tahun.
Ia tak menjelaskan asal dana Rp 240 triliun itu. Namun, menurut dia, dana untuk Kopdes Merah Putih berasal dari penempatan uang pemerintah di Himbara Rp 200 triliun, dan alokasi anggaran dari Sisa Anggaran Lebih (SAL) 2025 yang telah disiapkan sejak Menkeu Sri Mulyani sebesar Rp 16 triliun.
Dari penjelasan Menteri Koperasi UKM Ferry Juliantono mengenai teknis operasional Kopdes Merah Putih terlihat ada beberapa lembaga atau instansi yang ikut terlibat di dalamnya, tak semata Kopdes Merah Putih dibina oleh Kementerian Koperasi.
Di situ ditentukan ada keterlibatan PT Agrinas Pangan yang menggandeng TNI. Mengingat Kopdes Merah Putih merupakan salah satu program unggulan Presiden Prabowo, mungkin dalam benak perencana program tersebut, perlu dilakukan cawe-cawe dari berbagai instansi supaya kopdes cepat bergerak dan sukses.
Kebijakan ekonomi pemerintah belakangan ini menunjukkan arah yang makin sentralistis: dari Kopdes Merah Putih yang dikawal lembaga-lembaga negara, pinjaman pusat untuk daerah yang memperlemah otonomi fiskal, hingga ambisi pertumbuhan tinggi yang dibayangi risiko utang dan ketimpangan.
Semua ini mencerminkan politik ekonomi yang menempatkan negara sebagai aktor dominan sekaligus wasit: mengatur, membiayai, dan mengendalikan. Namun tanpa transparansi dan penegakan hukum yang kuat, pola ini mudah berubah menjadi sentralisasi kekuasaan ekonomi di bawah legitimasi pembangunan, di mana hukum sekadar instrumen, bukan penjaga keadilan.***