Mengklarifikasi Disinformasi di Media Sosial: Fakta di Balik Air Pegunungan yang Digunakan AQUA
ORBITINDONESIA.COM - Dalam beberapa minggu terakhir, jagat media sosial dipenuhi kabar miring tentang AQUA. Isu yang beredar menyebutkan bahwa merek air mineral tertua di Indonesia itu ternyata hanya mengambil air dari sumur bor biasa, bukan dari mata air pegunungan sebagaimana diklaimnya selama ini.
Di antara riuh tudingan itu, mencuat pula isu tentang pajak, izin air tanah, hingga dampak lingkungan. AQUA memilih tidak tinggal diam. Di balik kesimpangsiuran informasi, perusahaan ini membuka pintu transparansi—menyodorkan data, riset, dan praktik lapangan untuk mengembalikan percakapan di media sosial ke dasarnya: fakta.
Dari Gunung ke Gelas
AQUA bukan sekadar merek air minum dalam kemasan. Ia adalah bagian dari sejarah modern Indonesia—pelopor industri yang sejak 1973 memperkenalkan gagasan sederhana: air murni, sehat, langsung dari sumbernya. Kini, perusahaan ini mengelola 19 sumber air pegunungan di seluruh Nusantara, masing-masing melewati proses seleksi panjang yang nyaris menyerupai riset akademik.
Sebuah sumber air tidak serta-merta bisa digunakan begitu saja. Tim multidisipliner—geolog, hidrogeolog, mikrobiolog, dan ahli lingkungan— dilibatkan melalui sembilan kriteria ilmiah dan lima tahap evaluasi, selama sedikitnya satu tahun.
Mereka menelusuri lapisan bumi hingga kedalaman 60 hingga 140 meter, mencari akuifer dalam yang terlindungi secara alami oleh lapisan kedap air. Air dari kedalaman ini bebas dari kontaminasi manusia, dan tidak bersinggungan dengan air permukaan yang digunakan masyarakat sekitar.
Kajian ilmiah dari Universitas Gadjah Mada dan Universitas Padjadjaran memperkuat temuan itu: titik-titik sumber AQUA tidak mengganggu air warga, dan aktivitas pengambilan air dilakukan dalam batas aman ekologis. Beberapa sumber bahkan bersifat self-flowing, mengalir alami tanpa perlu dipompa.
Teknologi di Balik Kemurnian Air
Dari sumbernya di pegunungan, air dialirkan melalui pipa stainless steel berstandar food-grade menuju fasilitas pengemasan. Tidak ada tangan manusia yang menyentuh air dalam seluruh prosesnya. Sistem otomatisasi memastikan kebersihan absolut—sebuah koreografi mesin dan sensor.
Di laboratorium internal, lebih dari 400 parameter fisika, kimia, dan mikrobiologi diuji sebelum air masuk ke botol. AQUA mematuhi semua regulasi keamanan pangan nasional, termasuk standar BPOM dan SNI, serta sertifikasi dari lembaga internasional.
Kepatuhan dan Pengawasan
Isu tentang izin air tanah dan pajak sering kali jadi bahan spekulasi. Namun dalam praktiknya, setiap liter air yang diambil AQUA tercatat secara resmi melalui Surat Izin Pengusahaan Air Tanah (SIPA). Volume air, titik pengambilan, hingga pelaporan pajak dilakukan secara transparan dan diaudit oleh pemerintah—dari Badan Geologi hingga Kementerian ESDM.
AQUA bahkan membentuk SIPA Taskforce, tim khusus untuk memastikan seluruh izin diperbarui tepat waktu dan dipatuhi secara penuh. Pengawasan dilakukan tidak hanya dari sisi administratif, tapi juga lingkungan: perusahaan wajib memastikan ketersediaan air bagi masyarakat dan melakukan konservasi di daerah tangkapan air.
Mengembalikan Lebih dari yang Diambil
“Air adalah titipan,” begitu prinsip dasar yang dipegang AQUA. Di berbagai lokasi operasi, perusahaan ini menjalankan program konservasi air berbasis Daerah Aliran Sungai (DAS).
Hingga kini, lebih dari 2,5 juta pohon telah ditanam di sekitar sumber air, 2.300 sumur resapan dan 12.000 rorak dibangun untuk meningkatkan infiltrasi air tanah. AQUA juga mengelola 17 taman keanekaragaman hayati dan menjalankan program WASH (Water Access, Sanitation, and Hygiene) yang telah menjangkau lebih dari 500.000 penerima manfaat di seluruh Indonesia.
Di Subang, misalnya, AQUA menanam lebih dari 250.000 pohon, membangun ratusan sumur resapan, dan mengembangkan ekonomi lokal melalui pelatihan pertanian regeneratif. Tujuannya jelas: air yang diambil dari alam harus dikembalikan, bahkan lebih banyak dari sebelumnya.
Dialog, Bukan Monolog
AQUA menyadari, menjaga kepercayaan publik bukan sekadar soal data dan izin, tapi juga keterbukaan. Perusahaan ini rutin berdialog dengan masyarakat, LSM, dan pemerintah daerah untuk memastikan pengelolaan air berlangsung adil dan transparan.
Setiap program sosial dirancang bersama warga setempat, agar manfaatnya nyata dan berkelanjutan. Pendekatan ini menjadi bagian dari Kebijakan Perlindungan Air Tanah Dalam yang menegaskan empat pilar: menjaga kemurnian air, melestarikan sumber daya air, berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan, serta menghormati budaya lokal di sekitar area operasi.
Menjaga Kejernihan di Tengah Riuh
Di era media sosial, sebuah unggahan bisa lebih cepat menyebar daripada klarifikasi. Tapi seperti air yang mengalir melewati batu dan tanah, kebenaran yang jernih selalu menemukan jalannya.
Melalui keterbukaan data dan tanggung jawab sosial yang konsisten, AQUA berupaya memastikan bahwa kepercayaan publik tidak dikaburkan oleh rumor. Air yang mereka kemas bukan sekadar produk, melainkan simbol hubungan antara manusia dan alam—hubungan yang menuntut kejujuran, disiplin, dan rasa hormat.
Ketika isu berseliweran di ruang digital, AQUA memilih berbicara lewat kerja nyata: menjaga sumber air, memelihara bumi, dan mengalirkan manfaat bagi masyarakat luas. Karena pada akhirnya, air jernih hanya bisa lahir dari niat yang jernih pula.
*Oleh Satrio Arismunandar, wartawan senior. ***