Kontroversi Maskot STQH 2025: Antara Kreativitas dan Sensitivitas

ORBITINDONESIA.COM – Polemik merebak di media sosial terkait maskot Anoa STQH 2025. Apakah ini bentuk kreativitas lokal atau potensi penistaan?

Beberapa hari terakhir, jagat maya digegerkan dengan maskot Anoa yang memegang Al-Qur'an. Desain ini dianggap kontroversial oleh sebagian masyarakat.

Kementerian Agama menegaskan bahwa desain tersebut tidak resmi, dan acara hanya mengusung logo yang menggambarkan nilai-nilai syiar dan kerukunan.

STQH 2025 mengusung tema 'Syiar Al-Qur'an dan Hadis: Merawat Kerukunan, Melestarikan Lingkungan', yang diwakili dalam logo resmi. Logo ini mengandung simbol-simbol seperti kubah masjid dan Tugu Persatuan Sultra.

Namun, inisiatif lokal seperti maskot Anoa memicu diskusi tentang batasan kreativitas dalam acara religius. Pemprov Sultra mengklarifikasi bahwa maskot tersebut bukan bagian dari identitas resmi.

Pertanyaan muncul, apakah kreativitas lokal harus dibatasi ketika menyangkut simbol-simbol religius? Masyarakat memiliki peran penting dalam menilai dan menjaga sensitivitas budaya serta agama.

Kelembagaan seperti Kemenag dan Pemprov Sultra memainkan peran penting dalam mengarahkan agar acara tetap berlangsung khidmat dan bermartabat.

Polemik ini menjadi pengingat pentingnya kehati-hatian dalam menampilkan simbol religius di ruang publik. STQH 2025 diharapkan tidak hanya menjadi ajang kompetisi, tetapi juga sarana memperkuat persaudaraan dan syiar Qur'ani.

Bagaimana kita bisa berkreasi tanpa menimbulkan kontroversi? (Orbit dari berbagai sumber, 9 Oktober 2025)