Sedekah: Dari Biji Menjadi Taman Kehidupan
Oleh Ali Samudra*
(Pengantar diskusi Alquran 2: 261- 274 di Masjid Baitul Muhajirin- Pondok Kelapa)
ORBITINDONESIA.COM - Al-Qur’an menghadirkan gambaran yang sangat indah tentang sedekah: “Perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki.” (QS Al-Baqarah: 261).
Dari satu biji kecil, tumbuh ratusan kebaikan. Filosofi ini sederhana: setiap sedekah tak pernah berhenti di tangan penerima. Ia beranak-pinak dalam kehidupan, menjelma jadi jaringan kebaikan yang terus berlipat.
Makna Qur'ani dari Sedekah
Surat Al-Baqarah ayat 261–274 bisa disebut “ensiklopedia sedekah.” Di sana ditegaskan bahwa sedekah harus ikhlas, tidak riya, berasal dari harta yang baik, dan ditujukan kepada mereka yang menjaga kehormatan diri. Bahkan, sedekah bisa dilakukan kapan saja: siang atau malam, sembunyi sembunyi atau terang-terangan. Semua berpulang pada niat.
Namun, ada satu teguran halus: “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan menyakiti hati.” (QS 2:263). Artinya, jangan sampai tangan memberi tapi lidah merendahkan. Sedekah bukan sekadar uang, tetapi cara hati kita tunduk dan bagaimana kita menjaga perasaan penerima.
Sedekah sebagai Tathawwu‘
Al-Qur’an menyebut amal sukarela dengan istilah tathawwu‘—amal yang lahir dari kerelaan hati. Tidak seperti zakat yang wajib, sedekah adalah ruang kebebasan. Seseorang bisa memberi kapan saja, dalam bentuk apa saja: harta, tenaga, ilmu, bahkan senyum dan kata-kata menenangkan.
Inilah yang menjadikan sedekah begitu indah: ia tidak menunggu jumlah, tidak terikat aturan, tapi lahir dari cinta. Sedekah sukarela membentuk kemandirian spiritual. Orang yang memberi tanpa pamrih merasakan kelapangan batin, karena tindakannya lahir dari pilihan sadar.
Ziyādatul Khair - Bertambahnya Kebaikan
Secara logika duniawi, memberi berarti berkurang. Tapi dalam matematika ilahi, memberi justru bertambah: ziyādatul khair. Al-Qur’an menggambarkannya seperti kebun subur yang disiram hujan, lalu berbuah lebat (QS 2:265).
Sedekah adalah investasi, bukan kehilangan. Ia mendatangkan kecukupan batin, menumbuhkan rasa syukur, dan melahirkan ketenangan jiwa. Bahkan Nabi SAW bersabda: “Sedekah tidak akan mengurangi harta.” (HR. Muslim).
Justru sedekah membuka pintu rezeki baru, melahirkan kepercayaan sosial, serta menjadikan seseorang lebih dipercaya dan dihormati.
Jejak Sedekah di Zaman Nabi
Di Madinah, sedekah bukan sekadar angka. Orang-orang Anshar membuka rumah, membagi tanah dan kebun untuk Muhajirin. Al-Qur’an mengabadikan mereka: “Mereka mengutamakan orang lain atas diri mereka, meskipun mereka sendiri membutuhkan.” (QS Al-Hasyr: 9).
Itulah sedekah sosial yang hidup, bukan sekadar kebaikan individu, tapi pengorbanan kolektif.
Kesalehan Sosial di Zaman Modern
Hari ini, sedekah tidak hanya berarti memasukkan uang ke kotak amal. Lapangan sedekah jauh lebih luas. Menuntut ilmu dan mengajarkannya adalah sedekah. Menjaga lingkungan, menanam pohon, mengurangi polusi, semua itu sedekah. Disiplin lalu lintas, donor darah, menjaga fasilitas umum, bahkan sekadar tersenyum—semuanya sedekah.
Di sinilah sedekah bertransformasi menjadi kesalehan sosial. Sebuah ekosistem kebaikan yang menata masyarakat agar lebih adil, sehat, dan manusiawi.
Sedekah Digital dan Filantropi
Era modern menghadirkan wajah baru sedekah. Kini ada lembaga zakat resmi, yayasan sosial, crowdfunding, hingga aplikasi digital yang memungkinkan orang bersedekah hanya dengan sekali klik.
Bedanya dengan masa lalu, jangkauannya kini lintas negara. Kita bisa membantu Palestina, korban bencana, hingga anak-anak yang kehilangan akses pendidikan, tanpa batas jarak. Namun, esensinya tetap sama: menyembuhkan luka sosial, membangun solidaritas, dan merawat kasih sayang.
Penutup
QS Al-Baqarah 2:261–274 mengajarkan bahwa sedekah adalah biji kehidupan. Ia lahir dari keikhlasan, melahirkan ziyādatul khair, membentuk kesalehan sosial, dan menjadi fondasi peradaban kasih sayang.
Seperti pepatah bijak: “Apa yang kau simpan akan hilang, apa yang kau makan akan habis, tapi apa yang kau sedekahkan akan abadi.”
Kesempatan "Berbagi kebahagiaan kepada orang lain", adalah ekspresi rasa syukur dan kasih sayang kita yang aktual dalam kehidupan modern ini.
Siapa yang menyayangi makhluk di bumi, maka akan disayangi makhluk di langit. Sedekah akan membuka pintu ampunan dan rahmat Allah SWT.
*Ali Samudra, Penasihat Yayasan Masjid Baitul Muhajirin Pondok Kelapa, Jakarta Timur. ***