Seniman Tiongkok Hadirkan Maestro Sastra Jin Yong dalam Pameran “A Path To Glory”
ORBITINDONESIA.COM - Seniman asal Tiongkok Ren Zhe, menyuguhkan seni patung budaya kontemporer dalam pameran “A Path To Glory,” sebagai bagian dari rangkaian peringatan 100 tahun kelahiran Jin Yong, maestro sastra wuxia asal Hong Kong yang karyanya menjadi legenda lintas generasi.
Pameran yang dipersembahkan oleh Linda Gallery berlangsung di Townhall IDD PIK 2, Jakarta, pada 3 Oktober hingga 19 Oktober 2025.
“Tema 'A Path To Glory' yang diusung galeri kami bukanlah sekadar slogan, melainkan refleksi mendalam atas bagaimana seni patung bisa beresonansi dengan sastra," kata pemilik dari Linda Gallery, Linda MA, sebagaimana tertulis dalam siaran pers yang diterima di Jakarta pada Kamis, 2 Oktober 2025.
Dalam trilogi "Pendekar Rajawali" karya Jin Yong mulai dari "The Legend of the Condor Heroes", "The Return of the Condor Heroes", hingga "The Heaven Sword and Dragon Saber", kisah para pendekar bukan hanya soal duel pedang, melainkan perjalanan menuju kejayaan moral dan spiritual.
Tokoh-tokoh yang diciptakan Jin Yong senantiasa diuji antara ambisi pribadi, kehormatan keluarga, dan nilai kebajikan universal.
Ren Zhe menangkap esensi itu dalam karyanya, figur-figur heroik yang tak hanya menampilkan kekuatan fisik, tetapi juga aura kemanusiaan. Dalam setiap patung, pengunjung dapat merasakan keberanian Guo Jing, kelembutan sekaligus keteguhan Xiaolongnü, hingga dilema moral Zhang Wuji.
“Pameran ini adalah jalan spiritual. Ren Zhe tidak sedang menyalin tokoh Jin Yong secara literal, melainkan menghidupkan spirit mereka dalam bentuk kontemporer, memberi kita ruang untuk merenungkan arti sejati dari kejayaan," jelas Linda MA.
Melalui serangkaian patung monumental karya Ren Zhe, pengunjung diajak menyusuri jejak heroisme, nilai moral, dan kebijaksanaan yang terpancar dari semesta ciptaan Jin Yong, terutama kisah-kisah dalam Trilogi Pendekar Rajawali (Condor Heroes Trilogy).
Jin Yong, atau Louis Cha (1924–2018), merupakan penulis wuxia paling berpengaruh dalam sejarah sastra Tiongkok modern. Ia melahirkan 15 novel silat yang telah terjual ratusan juta kopi, diterjemahkan ke lebih dari belasan bahasa, serta diadaptasi ke lebih dari 130 film dan serial televisi sejak “The Legend of the Condor Heroes” (1958) hingga kini.
Di Tiongkok, hampir setiap generasi mengenal karyanya. Tahun ini, satu abad kelahirannya diperingati dengan berbagai acara besar di Tiongkok, terutama di kota kelahirannya, Haining, Zhejiang. Di Indonesia, semangat itu hadir melalui medium seni rupa kontemporer dengan pameran Ren Zhe.
Sementara itu, Ren Zhe adalah salah satu pematung muda paling menonjol dari Tiongkok saat ini. Lulusan Akademi Seni Rupa Tsinghua, Beijing, ia dikenal karena kemampuannya memadukan estetika tradisional Timur dengan sensibilitas kontemporer global.
Dalam karyanya, Ren Zhe menggunakan material modern untuk menghidupkan nilai-nilai klasik: keberanian, kemurahan hati, rasa hormat, hingga kejujuran yang merupakan nilai inti dalam filsafat Konfusius.
Pameran ini juga menandai pentingnya Indonesia dalam peta budaya kontemporer Asia. Kehadiran “A Path To Glory” menunjukkan bahwa karya Jin Yong tidak hanya berakar di Tiongkok, melainkan bergaung hingga lintas batas.
Bagi masyarakat Indonesia, yang sejak lama akrab dengan budaya populer Tiongkok melalui film silat, drama TV, dan komik, pameran ini menghadirkan pengalaman baru, membaca ulang Jin Yong lewat bahasa visual tiga dimensi seni patung.***