Catatan Denny JA: Revolusioner Itu Tak Tahu Jika Ia Dikhianati
- Inspirasi dari film One Battle After Another (2025)
Oleh Denny JA
ORBITINDONESIA.COM - Dia (Bob Ferguson, dimainkan oleh Leonardo DiCaprio) mencintai anaknya (Willa) dengan kekuatan yang melelahkan.
Tiap malam ia gelisah. Tiap mendengar langkah di luar rumah, ia menahan napas. Ia tahu diburu oleh kekuatan militer yang powerful. Tapi ia berjanji melindungi dirinya, kelompoknya, dan terutama anaknya.
Bahwa tidak ada api yang akan membakar Willa. Tidak ada bayangan yang akan mencuri senyumnya.
Tapi yang memilukan: di akhir kisah, alat portabel kecil itu—tes DNA—menyatakan bahwa anak gadis itu bukanlah darah dagingnya.
Kepala polisi Lockjaw (Sean Penn) membawa alat itu. Willa terguncang: ayah yang begitu protektif padanya, dan begitu ia cintai sekaligus, ternyata bukan ayah kandungnya.
Konflik cinta dan pengkhianatan ini disemai di medan konflik sosial di perbatasan Mexico. Kisah cinta di antara migrasi, supremasi kulit putih, dan kekuasaan militer.
Revolusioner menjadi karakternya. Namun Bob yang revolusioner tak tahu, gadis yang ia cintai, istrinya sendiri, pernah menjalin kisah cinta yang pragmatis dengan musuh utamanya, sang militer yang memburunya.
-000-
Film One Battle After Another ditulis, diproduksi, dan disutradarai oleh Paul Thomas Anderson. Film ini terinspirasi dari novel Vineland karya Thomas Pynchon (1990).
Diolah ulang menjadi kisah kontemporer, film ini menggali hubungan emosional ayah-anak dalam bingkai konflik politik.
Pemeran penting:
• Leonardo DiCaprio sebagai Bob Ferguson
• Sean Penn sebagai Kolonel Steven J. Lockjaw
• Chase Infiniti sebagai Willa Ferguson
• Juga hadir Regina Hall, Teyana Taylor, Benicio del Toro
Dalam film ini, Bob adalah mantan revolusioner (“French 75”) yang kini hidup di pengasingan dengan putrinya.
Ia memakai nama samaran. Konflik muncul ketika Lockjaw — tokoh militer yang dulu pernah berhadapan dengan kelompok Bob — kembali dan berusaha menculik Willa.
Dalam eskalasi, Lockjaw menggunakan alat tes DNA untuk mengungkap bahwa ia (Lockjaw) adalah ayah biologis Willa.
Drama ini tidak hanya soal aksi, pelarian, atau konfrontasi ideologis. Ia juga pertarungan batin: cinta, identitas, pengkhianatan, dan apa arti menjadi “ayah.”
Sinema film ini kuat dalam visual — bentangan lanskap perbatasan, bayang-bayang dinding beton, siluet senjata di tajuk senja.
Musik oleh Jonny Greenwood menyisipkan nada harapan dan keresahan. Alunannya mendobrak sunyi menjadi ruang emosi.
-000-
Awal kisah bermula dari masa lalu: Bob (dulunya “Pat”) dan Perfidia Beverly Hills menjadi anggota kelompok revolusioner French 75.
Dalam aksi pembebasan imigran, mereka membuat musuh: Lockjaw. Ketika ditangkap, Perfidia melakukan kesepakatan dengan Lockjaw.
Ia hidup dalam perlindungan sang militer, meninggalkan anaknya Charlene (yang kelak menjadi Willa), dan menjadi kekasih gelapnya.
Bob dan anaknya kemudian hidup dalam pengasingan. Namanya berubah, identitas dikubur. Willa tumbuh sebagai gadis tangguh, tapi bayang-bayang ibunya terus menghampiri.
Kata ayahnya, ibunya pahlawan yang sudah mati. Tapi bisik-bisik menyebut ibunya pengkhianat, yang masih hidup entah di mana.
Lockjaw — yang naik pangkat menjadi kolonel — kembali, menggunakan kekuatannya untuk membungkam masa lalu.
Lockjaw ingin menyembunyikan hubungan gelapnya dengan Perfidia. Klub supremasi kulit putih “Christmas Adventurers,” tempat Lockjaw bergabung, akan melihat hubungan Lockjaw dengan gadis revolusioner kulit hitam itu sebagai pengkhianatan.
Lockjaw ingin jejak kisah cintanya dengan gadis pemberontak itu dihapus. Tapi tak ada jejak paling kuat dibanding anak hasil hubungan mereka.
Maka militer pemburu ini mencari Willa. “Jika tes ini membuktikan kau bukan anakku, kau bebas,” katanya berjudi dengan Willa.
Tes DNA membuktikan sebaliknya. Mereka saling pandang. Yang selama ini saling membenci, saling kasar, ternyata ayah kandung dan anaknya.
Bob yang begitu melindunginya, ternyata bukan ayah kandungnya. Willa terkejut, patah hati, dan makna cinta yang selama ini ia yakini bergetar.
Lockjaw diserang secara simbolis: statusnya dalam klub putih dibongkar sebagai aib, dan ia akhirnya tewas dalam aksi balasan yang halus tapi ekstrem.
Bob menemukan Willa, memeluknya. Ia memberikan surat harapan dari ibunya.
Bob juga berubah. Ia tak lagi terlalu mengisolasi Willa. Ia biarkan Willa menempuh jalan perjuangannya sendiri.
Tapi ada yang dirahasiakan Willa. Ia tahu bahwa Bob bukan ayahnya. Dan ia biarkan Bob merasa ia anak kandungnya.
Film ini berhenti di ambang harapan. Bahkan setelah konflik besar, luka tetap tinggal. Cinta tetap mencari. Bahwa satu pertarungan mungkin berakhir, tapi satu lagi menunggu di horizon: One Battle, After Another.
-000-
Mengapa film ini berbeda dan kuat?
1. Drama Cinta & Identitas yang Melampaui Aksi
Banyak film “politikal” terjebak pada adegan ledakan dan tembak-menembak.
Di One Battle After Another, klimaks sejatinya adalah alat DNA portabel: pengungkapan bahwa cinta bisa dikhianati oleh genetika.
Drama internal inilah yang membekas lebih dari dentuman senjata. Saat hati bertanya: siapa aku? siapa yang mencintaiku? dan siapa yang mempercayaiku?
2. Konflik Personal Dibingkai dalam Konflik Sistemik
Film ini menggabungkan kanvas sosial-politik (supremasi kulit, imigrasi, militerisme) dengan kisah manusia.
Revolusi bukan latar belakang kosong; ia memikul dosa dan harapan rakyat.
Ketika Bob dan Willa berhadapan dengan Lockjaw, mereka bukan hanya bertarung demi hidup.
Mereka menggugat sistem yang mendistorsi cinta, mengaburkan identitas, dan merusak kepercayaan manusia dengan kekuasaan.
3. Simbolisme & Ambiguitas Moral
Anderson tak menyuguhkan “pahlawan sempurna.” Bob bukan pemimpin revolusi suci; ia punya dosa, trauma, keluhan.
Willa tidak hanya korban; dia pahlawan yang memilih berdiri sendiri.
Lockjaw pun bukan monster hitam polos; dia punya rahasia, konflik, dan cita-cita sendiri.
Keputusan film ini memberi ruang abu – bukan hitam-putih – menjadikannya karya yang menggugah bukan hanya mata, tapi nurani.
-000-
Akhirnya, kisah One Battle After Another memberi kita sebuah pelajaran besar: revolusi terindah adalah revolusi hati.
Bob – yang begitu lelah menghadapi tirani — merasakan bahwa pertarungan terbesar bukanlah menumpas musuh luar, melainkan mendamaikan cinta yang terluka.
Willa, gadis yang tumbuh dalam bayang-bayang revolusi, mendapat warisan yang paling rumit: kasih sayang ayah psikologisnya, dan pengkhianatan ayah kandung serta ibu kandungnya sekaligus.
Kadang film besar tidak hanya bercerita, tapi menelanjangi ilusi yang kita pelihara. Di sinilah Anderson menegaskan: sifat revolusioner bisa dihancurkan bukan oleh peluru, tapi oleh kebenaran yang datang terlambat.
Bahwa kesetiaan, identitas, dan cinta dibangun bukan di atas darah, melainkan pada keberanian menerima pengkhianatan tanpa kehilangan kemanusiaan.
Film ini menyadarkan kita bahwa kita bisa mencintai seseorang lebih dari sekadar karena hubungan darah.
Dan kita bisa terluka karena cinta yang tulus, tapi tetap memilih untuk mencintai walau dikhianati.
Film ini juga mengkritik biopolitik kekuasaan melalui tes DNA: alat yang seharusnya netral justru menjadi senjata kontrol.
Lockjaw menggunakan genetika untuk menguasai narasi identitas, mencerminkan bagaimana negara/modernitas mengobjektifikasi tubuh sebagai medan pertarungan.
Pengkhianatan bukan hanya personal, tapi sistemik - ketika sains dan kekuasaan bersekutu merenggut otonomi manusia.
Di tengah ledakan politik, senapan, dan ambisi kekuasaan, biarlah film ini menjadi gema kecil: bahwa manusia yang paling berani adalah yang terus mencinta, meski tidak punya jaminan.
Dan ketika layar akhirnya padam, kita tetap membawa resah dan harapan. Bahwa di setiap revolusi yang kita pilih, kita tidak boleh lupa memperjuangkan hati.
Karena pengkhianatan yang paling pedih adalah ketika kita dikhianati oleh yang paling kita cintai.*
Singapura, 1 Oktober 2025
REFERENSI
1. Thomas Pynchon, Vineland (1990).
Novel yang menjadi inspirasi film, mengurai revolusi, pengkhianatan, dan keluarga dalam pusaran politik Amerika.
2. Erich Fromm, The Art of Loving (1956).
Refleksi klasik tentang hakikat mencinta, luka, dan keberanian manusia untuk tetap memilih cinta.
-000-
Ratusan esai Denny JA soal filsafat hidup, political economy, sastra, agama dan spiritualitas, politik demokrasi, sejarah, positive psychology, catatan perjalanan, review buku, film dan lagu, bisa dilihat di FaceBook Denny JA’s World
https://www.facebook.com/share/p/16MTtAM5AE/?mibextid=wwXIfr ***