Fenomena Guilt Liburan di Amerika: Paradoks Kesejahteraan Kerja

ORBITINDONESIA.COM – Banyak pekerja Amerika merasa bersalah saat mengambil cuti, meski telah menjadi hak mereka. Fenomena ini mencerminkan ironi dalam budaya kerja yang seharusnya mendukung kesejahteraan karyawan.

Di Amerika, lebih dari 88% pekerja sektor swasta menerima cuti berbayar. Meskipun demikian, hampir setengah dari mereka tidak mengambil semua hari libur yang mereka miliki. Survei Pew Research Center 2024 menunjukkan bahwa banyak dari mereka merasa tidak didorong untuk menggunakan waktu tersebut.

Studi yang dilakukan bersama Robert Li menunjukkan 1 dari 5 pekerja mengalami guilt liburan. Para pekerja khawatir dianggap malas atau bisa digantikan. Beberapa bahkan merasa menerima penilaian kinerja yang buruk setelah mengambil cuti.

Amerika adalah satu-satunya negara maju yang tidak mewajibkan jumlah minimum hari liburan. Hal ini berbanding terbalik dengan negara lain yang memiliki kebijakan cuti yang lebih baik. Fenomena guilt mungkin mencerminkan budaya kerja yang tidak sehat atau dukungan sosial yang lemah.

Untuk memaksimalkan manfaat cuti berbayar, perusahaan harus menciptakan budaya yang mendukung penggunaan hak ini. Tanpa dukungan tersebut, cuti hanya akan menjadi sekadar formalitas tanpa manfaat bagi kesejahteraan karyawan. Apakah mungkin menciptakan perubahan budaya kerja yang lebih sehat?

(Orbit dari berbagai sumber, 21 September 2025)