Cerpen Iyek Aghnia: Pengembel
ORBITINDONESIA.COM - "Kita harus kompak. Satu suara. Kalau ada yang mencoba-coba mengganggu kepemimpinan Pak Pimpinan Kampung kita, secara bersama-sama harus kita bela. Orang-orang yang mengkritisi kebijakan Pak Kepala Kampung kita ini harus kita keroyok secara beramai-ramai."
Suara seseorang yang biasa disapa kawan-kawannya dengan sebutan Matkembel menggema. Seiring malam yang semakin menjauh. Seiring cahaya rembulan yang mulai menuruni kaki langit.
"Kita jadi pengembel?" tanya seorang dari kumpulan orang-orang yang dikenal sebagai pembela Kepala Kampung.
"Iya dan harus," jawab Matkembel.
"Ingat. Selama ini, Pak Kepala Kampung selalu membantu kita," lanjut Matkembel. Kawan-kawannya menghela nafas panjang. Sepanjang waktu yang akan mereka lalui sebagai pembela Pak Kepala Kampung Kami.
Bagi warga Kampung Kami, Matkembel dan kawan-kawannya dikenal sebagai loyalis Kepala Kampung Kami.
Mereka secara beramai-ramai mengeroyok narasi warga Kampung Kami yang mengkritisi kebijakan Pak Kepala Kampung.
Sebenarnya, masih ada kelompok lain yang terkenal sebagai pembela Pak Kepala Kampung secara beramai-ramai. Cuma kelompok ini tidak terlihat di publik. Mereka bermain di media sosial. Menyerang orang-orang yang mengkritisi kebijakan Pak Kepala Kampung Kami di medsos.
Kelompok Matkembel dan kawan-kawannya terkadang harus berjibaku adu mulut dengan warga Kampung Kami yang berseberangan dengan kebijakan Pak Kepala Kampung Kami.
Kelompok Matkembel dan kawan-kawannya bahkan tidak segan untuk adu fisik dengan warga Kampung Kami yang kerap mengkritisi kebijakan yang dibuat Pak Kepala Kampung Kami.
Di mata lelaki setengah baya itu, Kepala Kampung Kami bagaikan Dewa. Manusia setengah Dewa mengutip lagu Iwan Fals.
Di otak Matkembel dan kawan-kawannya, Kepala Kampung Kami yang bernama Matliluk adalah pemimpin yang baik dan hebat.
" Selama beliau memimpin Kampung kita ini, pembangunan banyak. Mulai dari pasar, ruang terbuka dan sederet pembangunan lainnya yang terlalu panjang kalau kita sebutkan," ungkapnya dengan narasi memikat.
Para warga Kampung Kami yang mendengar cerita Matkembel terdiam. Awan berarak di langit terhenti sejenak.
"Apa yang disampaikan Bung Matkembel sungguh benar. Berfakta. Bukan sekedar narasi omon-omon," sahut teman Matkembel.
"Matkembel itu selalu ngomong berdasarkan realitas yang terlihat oleh mata. Bukan mengada-ada," sambung teman Matkembel yang lainnya.
Para warga Kampung Kami cuma terdiam. Tidak berkomentar apapun. Tidak ada gunanya berargumentasi dengan kelompok Matkembel. Menghabiskan waktu. Menguras energi. Ujung-ujungnya bisa berkelahi. Adu fisik.
"Kalau Matkembel dan kawan-kawannya ngomong, kita diam saja. Tidak usah diladeni. Biarkan saja," pinta seorang warga Kampung Kami kepada beberapa warga Kampung saat mereka sedang berkumpul di warung kopi milik Mang Roy.
"Iya. Buat apa ngeladenin Matkembel dan kawan-kawannya. Ngabisin waktu dan air liur saja," sahut warga Kampung Kami yang lainnya.
"Lagi pula mereka main keroyokan. Saling membela satu sama lainnya, " ujar warga Kampung Kami yang lainnya.
"Bahkan kalau perlu, omongan kelompok itu kita benarkan dan puji mereka biar mareka mati dalam pelukan pujian," usul seseorang warga Kampung Kami yang bertopi sembari ketawa ngakak yang diikuti derai tawa dari warga Kampung Kami lainnya.
Matahari di atas kepala saat Matkembel dan kawan-kawannya terjebak di jalanan Kampung yang rusak. Motor mereka tidak bisa melewati jalan yang penuh lubang. Motor yang mereka kendarai harus terbatuk-batuk hingga akhirnya berhenti di jalanan yang dipenuhi kubangan itu.
Beberapa warga Kampung Kami yang berada di sekitar jalan yang rusak itu cuma termangu melihat Matkembel dan kawan-kawannya berusaha untuk keluar dari jalanan itu.
Tidak ada usaha untuk menolong. Bahkan ada warga Kampung Kami yang meninggalkan lokasi tempat Matkembel dan kawan-kawannya terjebak dalam kubangan lumpur jalanan.
"Ini prestasi Pemimpin Kampung kita yang hebat," seru seorang warga Kampung Kami sembari berlalu.
Matkembel terdiam. Keringat mengucur deras. Mengaliri seluruh badannya.
"Kami mendukung kepemimpinan Pemimpin Kampung kita yang luar biasa pembangunannya untuk kebermajuan Kampung kita," teriak seorang warga Kampung Kami lainnya sembari tersenyum lebar.
Matkembel dan kawan-kawannya tersenyum kecut. Ada rasa malu yang mengalir dalam nuraninya sebagai manusia.
Sudah beberapa hari ini, Matkembel dan kawan-kawannya tidak terlihat di ruang publik Kampung Kami. Sejuta tanya melanda warga Kampung Kami.
Biasanya, Matkembel dan kelompoknya, selalu hadir di ruang publik Kampung Kami dengan menyebarkan narasi memikat yang membela Pemimpin Kampung Kami.
"Aneh. Matkembel dan kawan-kawannya kok tidak terlihat. Kemana mereka?," tanya seorang warga Kampung Kami saat mereka sedang berkumpul di Pos Ronda Kampung Kami. Cahaya rembulan menerangi semesta.
"Mereka masih terjebak di jalanan Kampung kita yang rusak itu. Belum bisa keluar," ungkap seorang warga Kampung Kami yang memakai kaos bergambar calon Bupati.
"Serius?," tanya seorang warga Kampung Kami yang memakai kopiah dengan penuh keheranan.
"Iya. Tadi sore saya lihat, pegawai Desa memandu mobil derek dari Kecamatan ke sana. ," jelas seorang warga Kampung Kami.
"Kasihan," sahut seorang warga Kampung Kami lainnya.
Seketika, suara derai tawa dari warga Kampung Kami meramaikan malam.
Ingin rasanya mereka para warga Kampung Kami segera bertemu dengan Matkembel dan kawan-kawannya untuk menanyakan bagaimana rasanya menikmati kehebatan pembangunan di era Pemimpin Kampung Kami yang selalu mereka bela selama ini dengan sepenuh jiwa.
Toboali, September 2025
Catatan:
Pengembel (bahasa Toboali): Melakukan sesuatu secara keroyokan, bersama-sama.
Iyek Aghnia adalah nama pena Rusmin Sopian. Tinggal di Toboali Bangka Selatan.