Catatan Denny JA: Mengapa Saya Menerima Jabatan Komisaris Utama PT Pertamina Hulu Energi?

ORBITINDONESIA.COM - Pagi itu, saya duduk sendiri di ruang kerja. Di luar, lalu lintas Jakarta menderu seperti biasa. Tapi di dalam diri, ada keheningan yang tak biasa.

Sebuah surat resmi baru saja saya terima: keputusan mengangkat saya menjadi Komisaris Utama PT Pertamina Hulu Energi, merangkap Komisaris Independen.

Saya memilih diam. Duduk. Memandang keluar jendela.

Lalu, saya teringat kalimat ibu saya. Dulu, setiap malam sebelum tidur, ia sering membisikkan pelan: “Kau harus kuat dulu sebelum menerima jabatan apa pun. Karena semua pencapaian akan sirna jika namamu tak harum.”

Kalimat itu mengapung kembali. Di tengah hiruk pikuk dunia yang sering gaduh oleh ambisi dan ego, ia terdengar begitu jernih.

Saya tahu, ini bukan sekadar jabatan. Ini adalah ujian tentang niat. Dan saya memilih menjawabnya bukan dengan sorak, tapi dengan hormat dan hening.

-000-

Maka tiga hal ini memperkuat langkah saya menerima dengan sepenuh hati tanggung jawab sebagai Komisaris Utama PT Pertamina Hulu Energi.

Pertama: Spirit Memberi Manfaat

Dua tahun terakhir, saya memantapkan sebuah keputusan: sebagian dari hasil kerja keras saya pribadi harus kembali kepada masyarakat.

Dari semangat itu lahirlah Denny JA Foundation, yang menyediakan Dana Abadi, untuk menopang tiga hal:

• Penghargaan bagi penulis dan pejuang literasi

• Pengembangan puisi esai sebagai genre sastra

• Kegiatan spiritual lintas iman yang menumbuhkan toleransi

Saya bukan dermawan besar. Tapi saya percaya, memberi bukan tentang besar atau kecil. Itu melainkan tentang niat yang tulus dan sistem yang berkelanjutan.

Saya sudah menyisihkan sebagian aset saya untuk yayasan ini. Dana abadi itu telah berjalan, dan disiapkan untuk tetap hidup bahkan setelah saya tiada.

Maka, ketika tugas di Pertamnina Hulu Energi datang, saya tak melihatnya semata sebagai kehormatan. Saya melihatnya sebagai perpanjangan jalan untuk memberi manfaat.

-000-

Kedua: Dari Dunia Bisnis ke Pelayanan Publik

Sampai hari ini, saya telah membangun 22 perusahaan di berbagai bidang—properti, hotel, F&B, media, konsultan politik, sampai tambang.

Tapi saya tak lagi menjadi eksekutif aktif di sana. Semua telah saya desain untuk bisa berjalan sendiri, auto pilot.

Saya telah belajar: waktu adalah sumber daya paling mahal. Dan untuk menerima tanggung jawab besar seperti di Pertamina Hulu Energi, saya harus melepaskan banyak hal, agar bisa fokus dengan sepenuh hati.

Saya pastikan, tidak ada konflik kepentingan, tidak ada loyalitas ganda. Saya hadir bukan sebagai pebisnis, tapi sebagai pelayan publik.

Melayani salah satunya melalui platform public private Al hub untuk optimalisasi energi.

Kolaborasi ini bukan sekadar untuk mempercepat kemandiran energi, untuk semakin kecil tergantung pada impor.

Ia juga mendaya gunakan teknologi tinggi yang acapkali datang lebih cepat akibat kerjasama dengan inovasi swasta.

-000-

Ketiga: Membagi Pengalaman untuk Peran yang Lebih Besar

Sebagai konsultan politik, saya pernah ikut memenangkan lima pilpres berturut-turut. Ini rekor yang belum pernah terjadi di dunia.

Sebagai sastrawan, saya menciptakan puisi esai. Ini genre baru yang kini sudah memiliki Festival ASEAN keempat, dan Festival Puisi Esai Nasional ketiga tahun ini.

Sebagai pemikir spiritual, saya menggagas filosofi: “Agama Warisan Kultural Milik Kita Bersama.”

Ia sekarang menjadi bagian dari kurikulum di sembilan kampus.

Sebagai seniman digital, saya menciptakan genre lukisan Imajinasi Nusantara. Lebih dari 600 lukisan AI saya kini terpajang di delapan galeri hotel.

Tapi semua itu bukan sekadar prestasi. Itu adalah latihan panjang dalam membangun sistem dan legacy.

Kini saya ingin tahu, bisakah warisan nilai itu juga saya bawa ke sektor energi?

Apalagi, pendidikan saya hingga Ph.D. memang di bidang Comparative Politics, dengan minor di Business History.

Latar akademik ini memberi saya pemahaman tentang bagaimana negara dan pasar bisa bersinergi untuk kemajuan.

-000-

Bagi saya, energi tak hanya berarti minyak dan gas. Energi adalah metafora: tentang nyala dari dalam diri.

Energi juga soal kejujuran, keberanian, dan semangat pelayanan.

Di Pertamina Hulu Energi, kita bicara tentang sumur-sumur migas. Tapi saya juga ingin berbicara tentang sumur nilai. Karena hanya dari nurani yang dalam, lahir keputusan yang tak mencemari bumi—dan tak menodai martabat manusia.

Saya menerima amanah ini bukan karena merasa paling mampu, tetapi karena merasa cukup dipersiapkan: secara spiritual, intelektual, finansial, dan emosional.

Saya percaya, niat baik yang dikerjakan dengan sistem adalah sumber daya yang tak kalah dari cadangan minyak mana pun.

Suatu saat, jabatan ini akan berakhir. Tapi semoga ada satu hal yang tertinggal: bahwa selama saya menjabat, saya menyumbang satu butir cahaya kecil di antara ribuan sumur yang kita jaga.

Karena kita tak hanya menggali bumi.

Kita sedang menggali peradaban.

Dan semoga, dalam peradaban itu,

nama kita tercatat bukan sebagai pemilik kekuasaan, melainkan penjaga nilai.***

Jakarta, 13 Juli 2025

Ratusan esai Denny JA soal filsafat hidup, political economy, sastra, agama dan spiritualitas, politik demokrasi, sejarah, positive psychology, catatan perjalanan, review buku, film dan lagu, bisa dilihat di FaceBook Denny JA’s World

https://www.facebook.com/share/16pBZDxMq3/?mibextid=wwXIfr