DECEMBER 9, 2022
Ekonomi Bisnis

Ekonom Wijayanto Samirin Menilai Indonesia Masih Punya Peluang Tekan Tarif Resiprokal AS

image
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto menyampaikan keterangan kepada awak media, di Jakarta, Kamis, 3 Juli 2025. ANTARA/Aji Cakti

ORBITINDONESIA.COM - Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai adanya peluang yang masih terbuka bagi Indonesia untuk menurunkan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) ke kisaran 20-32 persen.

Meskipun, kata Wijayanto Samirin, angka akhir dari tarif tersebut masih tetap bergantung pada hasil negosiasi antara Indonesia dan AS yang saat ini masih berlangsung.

"Saya rasa masih ada peluang (tarif) untuk turun di level 20-32 persen. Kalau pun tetap 32 persen, so be it," ujar Wijayanto Samirin, di Jakarta, Selasa, 8 Juli 2025.

Baca Juga: Josua Pardede dari Permata Bank: Rupiah Melemah Dipengaruhi Ketidakpastian Arah Kebijakan Tarif Trump

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk tetap memberlakukan tarif impor sebesar 32 persen terhadap produk Indonesia mulai 1 Agustus 2025. Angka tersebut sama seperti yang diumumkan pada April lalu, meskipun negosiasi intensif antara kedua negara masih terus berjalan.

Menurut Wijayanto, keputusan Trump dibuat tanpa landasan yang jelas. Ia menilai kebijakan itu hanya mempertimbangkan kepentingan domestik AS, terutama soal defisit perdagangan, tanpa perhitungan yang rasional.

"Trump dan timnya bergerak dan berpikir tanpa dasar dan alasan yang jelas, asal angka 32 persen sendiri sangat berlawanan dengan kaidah keilmuan, hanya menghitung berapa nilai defisit perdagangan dibagi dengan total impor AS dari Indonesia. Setelah negosiasi, angka tersebut tetap 32 persen, artinya berbagai tawaran tidak mempengaruhi hasil tarif," ujarnya pula.

Baca Juga: IMD: Penurunan Daya Saing Indonesa ke Posisi 40 Secara Global adalah Imbas Perang Tarif

Ia juga menyatakan bahwa status Indonesia sebagai anggota BRICS tidak memberikan pengaruh signifikan dalam negosiasi ini. Contohnya, negara lain seperti Thailand yang bukan anggota BRICS juga tetap dikenakan tarif tinggi.

Meski demikian, Wijayanto mengimbau Pemerintah Indonesia untuk tidak terpancing secara emosional dalam merespons kebijakan tersebut. Menurutnya, langkah Trump justru bisa menjadi momentum bagi Indonesia untuk mengevaluasi ulang penawaran dagang yang diberikan kepada AS.

"Jangan terprovokasi, jangan berusaha terlalu all out untuk mendapatkan penurunan tarif," ujarnya lagi.

Baca Juga: Menkeu Scott Bessent: AS Kemungkinan Perpanjang Perundingan Tarif Hingga 1 September

Ia menambahkan, ada tiga hal utama yang perlu menjadi fokus Pemerintah Indonesia saat ini.

Halaman:

Berita Terkait