DECEMBER 9, 2022
Kolom

Geopolitik Tanpa Nurani: Dunia yang Dikuasai Strategi tapi Kehilangan Hati

image
Ilustrasi perang dan konflik global (sumber: depositphotos.com) freepik)

ORBITINDONESIA.COM – Ketika pesawat tempur mengebom rumah-rumah warga sipil di Gaza, ketika Ukraina kehilangan ribuan warga setiap bulan akibat invasi yang belum berakhir, dan ketika negara-negara kuat sibuk menyusun aliansi baru demi logistik, gas, atau zona pengaruh, satu pertanyaan yang seharusnya paling mendasar justru jarang terdengar: di mana posisi manusia dalam peta dunia?

Geopolitik hari ini lebih mirip catur dingin abad ke-21: siapa mendapat jalur pelayaran, siapa punya hak veto, siapa duduk di dewan keamanan, dan siapa tidak. Tapi tidak ada ruang untuk mempertanyakan berapa banyak anak yang kehilangan sekolah, ibu yang kehilangan tanah, atau tubuh yang hilang identitasnya di kamp pengungsian.

Perserikatan Bangsa-Bangsa mencatat lebih dari 120 juta manusia kini hidup sebagai pengungsi atau pencari suaka. Itu artinya, seandainya mereka membentuk satu negara, negara itu lebih besar dari Jepang atau Meksiko. Tapi mereka tidak punya bendera. Tidak punya suara. Dan jarang disebut dalam pidato resmi negara-negara besar.

Baca Juga: Maskapai Global Batalkan dan Alihkan Penerbangan Imbas Serangan Israel ke Iran

Yang terjadi saat ini adalah normalisasi penderitaan sebagai “biaya strategis”. Palestina dijadikan medan uji kekuatan diplomatik Amerika dan Iran. Ukraina menjadi papan tawar gas, logistik, dan ekspansi Rusia. Rohingya dibungkam di tenda-tenda tak bernegara. Dan di antara semua itu, dunia hanya berisik saat konflik mengganggu pasar saham.

Ada yang hilang dalam politik global hari ini: nurani. Negara-negara bicara dalam bahasa “kepentingan nasional”, tapi hampir tidak bicara dalam bahasa belas kasih atau martabat manusia. Di Davos, para elite membicarakan stabilitas, tapi tidak membicarakan makna menjadi manusia di tengah reruntuhan.

Di titik ini, perspektif humanisme harus kembali ditagih. Martha Nussbaum, dalam Creating Capabilities, menegaskan bahwa tugas pertama dari sistem global seharusnya bukan mempertahankan kekuasaan, tetapi memastikan setiap manusia memiliki kapasitas untuk hidup secara bermakna. Ia menyebut: “Kita tidak boleh puas dengan perdamaian yang membiarkan manusia kehilangan kemanusiaannya.”

Baca Juga: PM Hongaria Viktor Oban Tolak Upaya Integrasi Ukraina ke NATO dan Uni Eropa

Sayangnya, perdamaian hari ini sering dibangun bukan untuk manusia, tapi untuk investor dan kepentingan negara-negara adidaya. Lihat saja bagaimana konflik ditafsirkan: invasi hanya dikutuk jika dilakukan oleh musuh politik; embargo hanya diberlakukan jika menguntungkan poros sekutu. Tidak ada standar moral yang berlaku universal.

Bahkan Indonesia pun, meski sering vokal dalam isu Palestina, nyaris membisu dalam isu Rohingya. Kita terjebak pada geopolitik yang bersyarat: bela jika cocok dengan narasi domestik, diam jika mengganggu aliansi diplomatik. Lalu siapa yang akan membela mereka yang tak punya sekutu?

Kita membutuhkan diplomasi baru—yang tidak hanya mengandalkan strategi dan taktik, tapi juga empati dan tanggung jawab moral. Geopolitik tidak boleh hanya dikuasai oleh ahli militer dan ekonom, tapi harus dibuka ruangnya bagi pengungsi, ibu yang kehilangan anak, anak-anak yang tidak bisa sekolah, dan para warga dunia yang kehilangan rumah karena peta terus digambar ulang dari atas meja.

Baca Juga: Menlu Iran Abbas Araghchi Sebut Tidak Ada Kesepakatan yang Dibuat untuk Lanjutkan Pembicaraan dengan AS

Dunia bukan hanya soal batas negara, tapi juga batas kesadaran kita sebagai sesama. Jika diplomasi terus bicara dalam bahasa dingin, maka manusia akan terus jadi korban yang tak disebut. Jika kita tidak menagih kembali nilai-nilai humanisme dalam forum-forum global, maka sejarah akan mencatat: kekuasaan menang, tapi manusia hilang.

Halaman:
Sumber: UNHCR, Laporan Situasi Pengungsi Global 2024 Al Jazeera, “Death Toll in Gaza Surpasses 35,000”, 10 Juni 2025 International Crisis Group Reports Martha Nussbaum, Creating Capabilities (2011)

Berita Terkait