Catatan Denny JA: Perempuan Menjadi Nahkoda Kapalnya Sendiri, 89 Tahun NH Dini
- Penulis : Krista Riyanto
- Selasa, 18 Februari 2025 16:10 WIB

Kedua: Menjadi Perempuan Tidak Berarti Harus Memilih Antara Cinta dan Kebebasan
Banyak perempuan dalam novel NH Dini menghadapi dilema klasik: apakah harus mengorbankan kebebasan demi stabilitas? Ataukah harus meninggalkan cinta demi hidup yang mandiri?
NH Dini membisikkan sesuatu yang lebih tajam: mengapa perempuan harus memilih?
Baca Juga: Teori Denny JA tentang Agama Menjembatani Era Klasik dan Revolusi Artificial Intelligence
Kebebasan bukanlah lawan dari cinta. Seorang perempuan bisa mencintai tanpa kehilangan dirinya sendiri. Ia bisa memiliki pasangan tanpa menyerahkan seluruh hidupnya.
Dunia ingin membuatnya percaya bahwa ia hanya boleh memiliki satu. Tetapi NH Dini menulis perempuan yang menolak tunduk pada pilihan sempit itu.
Dari NH Dini, kita belajar bahwa cinta yang sejati tidak merantai. Dan kebebasan yang sejati bukan berarti harus selalu berjalan sendirian.
Ketiga: Menulis Adalah Jalan Menuju Keabadian
NH Dini lahir di Semarang, wafat di sana, dan tetap hidup dalam kata-kata yang ia tinggalkan.
Ia tahu bahwa dunia sering kali membungkam perempuan, tetapi tulisan adalah suara yang tak bisa dipadamkan.
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Aku, Bastille
Setiap novel yang ia tulis, setiap kisah yang ia lahirkan, adalah pemberontakan halus melawan dunia yang ingin perempuan tetap diam.