Crustea, Perusahaan Indonesia di Abu Dhabi: Bermula dari Suka Seafood, Bermuara pada Ketahanan Pangan
- Penulis : Abriyanto
- Senin, 20 Januari 2025 11:45 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Ketika menghadiri Abu Dhabi Sustainability Week (ADSW) 2025, ekspektasi yang menyertai keberangkatan dari Indonesia ke Uni Emirat Arab adalah ramainya pameran teknologi keberlanjutan dari berbagai negara.
Apakah ada yang berasal dari Indonesia? Pertanyaan tersebut terngiang-ngiang sepanjang perjalanan, dan perlahan-lahan berubah menjadi rasa penasaran yang menolak untuk diam bila tidak terjawab.
Alhasil, ketika tiba di lokasi gelaran ADSW 2025, denah pameran yang terletak di tengah-tengah koridor pun menjadi tujuan pertama. Harapan saat itu hanya satu, yakni menemukan Indonesia dalam daftar yang dipenuhi oleh perusahaan asal Uni Emirat Arab, China, India, dan negara-negara lainnya.
Baca Juga: Prabowo Subianto Hadiri Pameran Pertahanan Internasional di Abu Dhabi
Setelah menyisir ratusan perusahaan, akhirnya “Indonesia” pun ditemukan dalam kategori inovasi teknologi bersih, kategori yang didominasi oleh perusahaan asal India.
Adalah “Crustea”, salah satu perusahaan anak bangsa yang diundang untuk memperkenalkan produknya di ADSW 2025. Crustea membawa inovasi berupa teknologi akuakultur yang berkelanjutan.
Kecintaan pada makanan laut
Baca Juga: Profil Lengkap Sheikh Saeed bin Zayed Al Nahyan, Pengeran Abu Dhabi Adik Presiden UEA
“Karena kami memang semuanya suka seafood (makanan laut), jadi bangun tambak, " demikian pendiri sekaligus Chief Executive Officer (CEO) Crustea, Roikhanatun Nafi’ah menyampaikan hal tersebut ketika menceritakan awal mula berdirinya Crustea.
Nafi, sapaan akrabnya, mulai menjadi petambak udang bersama rekannya pada 2019. Perjalanannya menjadi petambak udang tidak berlangsung dengan mulus, sebab ketika musim panen tiba, ia justru mengalami gagal panen.
Kegagalan tersebut mengingatkan Nafi kepada berbagai interaksi sebelumnya dengan para petambak udang, khususnya yang ia temui sejak 2016, ketika masih berstatus sebagai mahasiswa di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Kerugian yang ditanggung pun bukan sekadar kerugian bibit udang, melainkan mahalnya bahan bakar untuk diesel, biaya operasional tambak, dan lain-lainnya.