Catatan Denny JA: Ibu Muslimah Mengantar Putranya Menjadi Pendeta
- Sabtu, 11 Januari 2025 14:07 WIB
Epilog Buku Puisi Esai Ahmadie Thaha
ORBITINDONESIA.COM - “Pohon itu merelakan rantingnya tumbuh ke arah cahaya yang berbeda. Seorang ibu mengikhlaskan putranya menuju altar iman yang tak sama. Cinta menjadi jembatan aneka keyakinan.”
Kutipan ini yang saya ingat ketika selesai membaca sebuah peristiwa. Itu kisah yang menggugah, terjadi di tanggal 23 November 2024, di Tana Toraja.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Memulai Tradisi Ikut Merayakan Hari Raya Agama Lain secara Sosial
Juniarto, seorang anak dari keluarga Muslim, berdiri di altar Gereja Toraja untuk diteguhkan sebagai pendeta. Yang menjadikan peristiwa ini istimewa adalah kehadiran ibunya. Ia seorang Muslimah yang taat, yang mendampinginya dengan penuh cinta.1
Di tengah ritual gerejawi, sang ibu berdiri teguh, mengatasi perasaan yang mungkin berkecamuk di dalamnya.
Ia tidak melihat perbedaan ini sebagai sebuah kegagalan, melainkan sebagai perjalanan spiritual anaknya yang unik.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Ketika Quick Count Tak Bisa Putuskan Pilkada Jakarta 2024 Satu atau Dua Putaran
Momen ini viral di media sosial, tidak hanya karena keberanian sang ibu. Tetapi itu juga karena pesan yang dibawanya: cinta melampaui batas keyakinan, menjadi jembatan yang menyatukan perbedaan.
Kisah ini saya baca kembali pada salah satu karya Ahmadie Thaha dengan judul Ibu Menangis, Anak Pindah Agama.
Dalam puisi esai tersebut, Ahmadie Thaha menggambarkan sisi emosi seorang ibu yang bergulat dengan dilema batin. Perang berkecamuk antara kesetiaannya pada iman dan cinta tanpa syarat kepada anaknya.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Inilah Pentingnya Membuat Dokumentasi Sebuah Gerakan
Puisi esai ini menghadirkan emosi yang mendalam. Bukan hanya tentang kehilangan atau konflik, tetapi tentang penerimaan karena cinta.