DECEMBER 9, 2022
Puisi

Cerpen Rusmin Sopian: Perempuan Kiriman Tuhan 

image
Ilustrasi - perempuan kiriman Tuhan (Foto: Istimewa)

Padahal Markudut tahu bagaimana penderitaan jiwa perempuan itu soal bayaran SPP anaknya di Desa yang sudah tiga bulan belum dilunasi.

Markudut sangat tahu pula, bagaimana ibu perempuan itu sedang tergolek sakit di rumah. Sementara biaya berobat belum mampu dia kirimkan. 

Setidaknya membaca surat-surat yang dikirimkan keluarga perempuan itu, membuat Markudut yakin dia adalah perempuan yang dikirimkan Tuhan untuknya. 

Baca Juga: CERPEN Syaefudin Simon: Tuhan yang Telanjang

Setidaknya apa yang dilakukan perempuan itu untuk dirinya selama di rumah ini membuat dirinya sangat yakin tentang perempuan itu yang dikirim Allah SWT untuknya.

Usai salat subuh Markudut tak memejamkan matanya lagi. Dia ingin menunggu perempuan itu pulang. Ada sesuatu yang hendaknya dikatakannya. Dirinya ingin melamar perempuan itu sebagai istrinya. 

Soal status perempuan itu sebagai perempuan malam, bukan halangan bagi dirinya untuk tidak menyuntingnya. Bagi Markudut perempuan itu sungguh istimewa dibandingkan dengan perempuan-perempuan lain di luar sana yang dikenalnya selama ini yang selalu menjadikan kantongnya sebagai transaksi.

Baca Juga: CERPEN: Wanita yang Berjuang Demi Pacarnya yang Dipecat

Derit pintu depan terbuka. Seraut wajah letih menyeruak dari balik pintu. Melihat Markudut, perempuan itu menebar senyum. 

Sebuah senyuman yang amat menawan dan menggetarkan hati Markudut. Senyuman yang sudah lama didambakannya sebagai lelaki dewasa.
"Pagi amat bangunnya, Mas," sapa perempuan itu. "Saya buatkan kopi, ya," sambungnya sembari menuju dapur.
"Tak usah Mbak. Aku sudah ngopi. Nih gelasnya. malah masih ada sisa kopinya," jawab Markudut.

Perempuan itu kaget setengah mati saat mendengar Markudut ingin meminangnya. Jantungnya hampir lepas.
"Saya ini perempuan malam, Mas. Tak pantas bersanding dengan Mas," jawab perempuan itu menjawab keinginan Markudut.

Baca Juga: Novel Merahnya Merah Karya Iwan Simatupang yang Filosofis

"Manusia itu bukan dilihat secara kasat mata dari profesinya. Bukan sama sekali. Tapi hatinya," ucap Markudut sambil menunjuk arah hatinya. Perempuan itu terdiam.

Halaman:

Berita Terkait