ORBITINDONESIA.COM – Sedikitnya 56 orang meninggal dalam bentrok antarpendukung sepak bola di Nzerekore, negara Guinea bagian tenggara, Afrika.

Bentrokan massal itu dipicu oleh keputusan wasit pertandingan yang kontroversial.

Turnamen sepak bola itu diselenggarakan untuk menghormati pemimpin militer Guinea, Mamady Doumbouya, namun berakhir dengan kekacauan.

Baca Juga: Shin Tae Yong Luncurkan STY Foundation Untuk Dukung Pemain Sepak Bola Berbakat: Gandeng Raffi Ahmad

Menurut pernyataan resmi, pemerintah Guinea menyatakan kerusuhan massal dipicu oleh lemparan batu dari pendukung yang menyebabkan kepanikan dan penumpukan orang di pintu keluar stadion.

Menurut saksi mata yang dikutip ESPN, kekerasan bermula pada menit ke-82 setelah wasit memberikan kartu merah yang memicu amarah suporter.

“Lemparan batu terjadi, polisi kemudian menembakkan gas air mata. Dalam suasan panik itu, saya melihat banyak orang terjatuh, termasuk perempuan dan anak-anak yang terinjak-injak. Sangat mengerikan,” ujar salah seorang penonton, Amara Conde.

Baca Juga: Paripurna DPR Sahkan Naturalisasi Pemain Sepak Bola Kevin Diks, Noa Johanna, dan Estela Raquel

Kericuhan memicu kepanikan di kalangan penonton yang berusaha keluar dari stadion sehingga menciptakan kerumunan besar di pintu-pintu keluar. Sebuah video yang diverifikasi Reuters menunjukkan puluhan orang mencoba melarikan diri dengan memanjat tembok tinggi stadion.

Mantan Presiden Guinea, Alpha Conde, menyebut tragedi ini sebagai bukti buruknya organisasi acara dalam kondisi negara yang masih tidak stabil.

“Dalam situasi di mana negara telah diliputi ketegangan dan pembatasan, tragedi ini menyoroti bahaya dari penyelenggaraan yang tidak bertanggung jawab,” kata Conde.

Baca Juga: Pemain Sepak Bola Berdarah Indonesia Kevin Diks Resmi Jadi WNI: Siap Perkuat Timnas Melawan Jepang dan Saudi Arabia

Seorang pejabat pemerintah kota yang tidak ingin disebutkan namanya menambahkan kebanyakan korban adalah anak-anak di bawah umur yang terjebak dalam kekacauan setelah polisi menembakkan gas air mata.

Ia juga menggambarkan pemandangan penuh kebingungan ketika para orang tua yang bergegas mengambil jenazah sebelum proses penghitungan resmi.

Kelompok oposisi National Alliance for Change and Democracy menuding pemerintah bertanggung jawab atas tragedi ini karena menyelenggarakan turnamen untuk menggalang dukungan politik bagi Doumbouya, yang melanggar piagam transisi sebelum pemilihan presiden yang sudah dijanjikannya.

Baca Juga: Selain Kevin Diks, Pemain Sepak Bola Putri Estella Raquel dan Noa Johanna Juga Resmi Jadi WNI

Hingga berita ini diturunkan, junta militer Guinea belum memberikan tanggapan atas tuduhan tersebut.

Junta pimpinan Doumbouya sebelumnya menyepakati masa transisi dua tahun menuju pemilu sejak 2022, namun hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda akan menyelenggarakan pemilu. Situasi ini memicu ketidakpuasan publik yang berujung pada protes-protes berdarah.

Pada hari yang sama, Human Rights Watch (HRW) mengeluarkan laporan yang menuduh junta Guinea menggunakan kekerasan berlebihan terhadap demonstran, termasuk gas air mata dan tembakan senjata api, serta tak bisa memenuhi janji memulihkan pemerintahan sipil pada Desember 2024.

Baca Juga: Legenda Sepak Bola Hadir di Bali dan Jakarta, Terlibat di FIFA Club Management Workshop

Konfederasi Sepak Bola Afrika (CAF) bersama FIFA telah bekerja untuk mengatasi masalah kepadatan dan keselamatan stadion di seluruh Afrika. Insiden di Nzerekore ini menambah panjang daftar tragedi serupa di stadion-stadion Afrika dalam puluhan tahun terakhir. ***