DECEMBER 9, 2022
Kolom

Menilik Intrik Persaingan Usaha Dalam Gerakan Boikot Lewat BDS

image
Ilustrasi - gerakan boikot di Amerika (Foto: USA)

ORBITINDONESIA.COM -- Sejumlah ulama dan perwakilan pesantren dari Jawa dan Madura mengadakan diskusi di forum Bahtsul Masa’il di Pondok Pesantren Buntet, Cirebon. Diskusi dilakukan guna memberikan panduan syariat bagi umat Muslim terkait gerakan boikot.

Dalam forum itu, para ulama melakukan pembahasan mendalam berlandaskan fikih yang hasilnya diharapkan dapat memberikan kejelasan atas polemik yang berkembang di masyarakat. Diskusi diadakan sekaligus memperingati hari santri nasional yang jatuh pada Selasa, 22 November 2024 lalu. 

Ketua Bahtsul Masa’il Se-Jawa Madura, Abbas Fahim, menyatakan bahwa dalam hukum Islam, aksi boikot diperbolehkan sebagai bentuk protes terhadap ketidakadilan. Namun, dia menekankan bahwa harus ada legitimasi syariat yang kuat untuk menjalankannya.

Baca Juga: Ini Produk Dalam Daftar Target Boikot BDS, Tidak Ada Produk Danone

"Para ulama menyepakati bahwa boikot diperbolehkan jika memenuhi dua syarat: pertama, harus ada bukti keterkaitan produk dengan pihak yang melakukan kezaliman; kedua, boikot tidak boleh menyebabkan dampak negatif besar seperti PHK massal tanpa solusi," jelas Abbas.

Sejalan dengan forum Bahtsul Masa'il, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa nomor 14/Ijtima’ Ulama/VIII/2024 tentang Prioritas Penggunaan Produk dalam Negeri. Fatwa ini diharapkan dapat membangkitkan ekonomi nasional, sekaligus menghentikan produk-produk yang terafiliasi maupun diimpor langsung dari Israel.

Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS) dilakukan dengan menyasar produk-produk yang diduga terafiliasi dengan Israel. Hal ini bertujuan agar melemahkan ekonomi negara zionis sehingga menghentikan agresi militer ke Palestina.

Baca Juga: BREAKING NEWS: MUI Keluarkan Fatwa Haram Dukung Agresi Israel ke Palestina dan Dukung Boikot

Meski demikian, bukan berarti pelaksanaan BDS berjalan lurus. Dosen FEBI IIQ An Nur Yogyakarta, Edo Segara Gustanto mengungkapkan bahwa dalam perjalanannya, gerakan tersebut justru dimanfaatkan oknum tertentu. 

Oknum tersebut menunggangi gerakan positif ini demi kepentingan pribadi guna memenangi persaingan usaha. Erdo menjelaskan, penunggangan bisa saja dilakukan menggunakan lembaga-lembaga tertentu untuk memunculkan informasi-informasi yang kurang tepat atau tidak sesuai fakta.

"Menarik untuk ditelisik, apakah fatwa ini memang dorongan murni agar produk-produk lokal bisa tumbuh, atau ada 'dorongan' lain?" kata Edo.

Baca Juga: Pakar Pemasaran: Mengapa Kita Harus Jeli Menyikapi Berita Boikot? Ini Alasannya

Di luar dorongan untuk mendukung produk lokal, ada spekulasi di masyarakat mengenai kemungkinan adanya pesan lain di balik fatwa tersebut. Edo mengungkapkan kalau beberapa pihak menilai bahwa seruan boikot tersebut mungkin juga mengandung 'pesan' terselubung terkait dengan sikap politik atau respons terhadap isu-isu tertentu.

Halaman:

Berita Terkait